Jumat, 07 Februari 2014
Pembalakan Liar
Reviewed by Esemka
Date 2/07/2014 09:53:00 AM
Label:
artikel
,
plh
,
tugas
,
umum
Pembalakan Liar
Pembalakan liar
Pembalakan liar atau penebangan
liar (bahasa Inggris: illegal logging) adalah kegiatan penebangan,
pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin
dari otoritas setempat.
Walaupun angka penebangan liar yang pasti sulit
didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber tepercaya
mengindikasikan bahwa lebih dari setengah semua kegiatan penebangan liar di
dunia terjadi di wilayah-wilayah daerah aliran sungai Amazon, Afrika Tengah, Asia Tenggara, Rusia dan beberapa negara-negara Balkan.
Fakta penebangan liar
Dunia
Sebuah studi kerjasama antara Britania Raya dengan Indonesia pada 1998 mengindikasikan bahwa sekitar 40% dari
seluruh kegiatan penebangan adalah liar, dengan nilai mencapai 365 juta dolar
AS
Studi yang lebih baru membandingkan penebangan sah dengan
konsumsi domestik ditambah dengan elspor mengindikasikan bahwa 88% dari
seluruh kegiatan penebangan adalah merupakan penebangan liar
Malaysia merupakan tempat transit utama dari produk kayu
ilegal dari Indonesia
Amerika
Di Brasil, 80%
dari penebangan di Amazon melanggar
ketentuan pemerintah. Korupsi menjadi pusat dari seluruh kegiatan
penebangan ilegal tersebut.
Produk kayu di Brasil sering diistilahkan dengan "emas
hijau" dikarenakan harganya yang mahal (Kayu mahogani berharga 1.600 dolar
AS per meter kubiknya).
Mahogani ilegal membuka jalan bagi penebangan liar untuk
spesies yang lain dan untuk eksploitasi yang lebih luas di Amazon.
Dampak pembalakan liar
Data yang dikeluarkan Bank Dunia menunjukkan bahwa sejak tahun 1985-1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektare setiap tahun
dan diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa.
Penebangan liar berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar
internasional, besarnya kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri,
konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di
luar kawasan tebangan.
Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun, luas
tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan
hutan di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan (deforestasi)
di Indonesia akibat dari sistem politik dan ekonomi yang menganggap sumber daya
hutan sebagai sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk kepentingan
politik serta keuntungan pribadi.
Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas
hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektare kawasan hutan
di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,83
juta hektare per tahun. Bila keadaan seperti ini dipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya, maka hutan di Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang sama. Menurut
analisis World Bank, hutan
di Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2010.
Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak
mengindahkan kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak
ternilai harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai
US$ 5 milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar
setiap tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman
hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan.
Penelitian Greenpeace mencatat tingkat kerusakan hutan di
Indonesia mencapai angka 3,8 juta hektare pertahun, yang sebagian besar
disebabkan oleh aktivitas illegal logging atau penebangan liar (Johnston,
2004). Sedangkan data Badan Penelitian Departemen Kehutanan menunjukan angka
Rp. 83 milyar perhari sebagai kerugian finansial akibat penebangan liar.
Di
Kalimantan
Akibat pembalakan liar satu dekade lalu,
ekosistem di kawasan Kalimantan rusak dan menyebabkan degradasi lingkungan yang
sangat parah.
Bila dibiarkan, ini tentu saja berakibat
buruk pada lingkungan.‘’Dampaknya, populasi spesies hewan di Sebangau menurun
drastis, termasuk ikan-ikan. Masyarakat setempat yang banyak menjadi nelayan
pun terkena getahnya dengan melorotnya tangkapan ikan,’’ kata Project Manager
World Wildlife Fund (WWF) Kalimantan Tengah, Rosenda Chandra Kasih.
Tak ingin hal ini terjadi, WWF dan
produsen perawatan tubuh asal Inggris, The Body Shop, melakukan penanaman
kembali pohon di Taman Nasional Hutan Sebangau, Kalimantan Tengah. Sebanyak
3.000 pohon ditanam di kawasan lahan gambut seluas 7,5 hektare. ‘’Sebanyak
3.000 pohon kami tanam di kawasan gambut yang mengalami degradasi akibat
perambahan liar,’’ kata Direktur Sumber Daya Manusia The Body Shop Indonesia,
Toha Azhary di Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Penanaman pohon ini, dilakukan untuk kedua
kalinya. Pada 2010 lalu, kedua pihak juga telah menanam sebanyak 1.200 pohon
berbagai jenis endemik di kawasan setempat. Semuanya, lanjut Toha,
merupakan bagian dari program New Trees. Selain di Palangka Raya, program
serupa juga akan dilakukan di sejumlah kawasan hutan kritis di Indonesia.
Menurutnya, kawasan Sebangau menjadi salah
satu prioritas karena merupakan wilayah hutan gambut terbesar di dunia yang
masih tersisa. Hutan gambut tersebut, saat ini mengalami kondisi memprihatinkan
karena 66 ribu haktare dari 568.700 hektare wilayahnya mengalami kritis.
Dengan penanaman tersebut, diharapkan bisa
mempercepat upaya pemulihan taman nasional yang merupakan habitat berbagai
macam spesies hewan dan tanaman, terutama orang utan yang mencapai sekitar
9.000 ekor. "Upaya penanaman yang kami lakukan saat ini akan terus
berlanjut. The Body Shop sendiri berkomitmen menanam minimal 200 pohon setiap
ada pembukaan gerai," ujar Toha usai memantau penanaman pohon di lahan
dekat Stasiun Riset Camp Sanitra Sebangau Indah
Langganan:
Postingan
(
Atom
)