Senin, 30 Januari 2017
Analisis Film God Must Be Crazy
Reviewed by Esemka
Date 1/30/2017 06:38:00 AM
Label:
analisis
,
film
,
perfilman
Analisis Film God Must Be Crazy
God Must Be Crazy
Fathurrahman Maulana S
NIM. 1455428
INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA (ISBI) BANDUNG
PRODI TELEVISI DAN FILM
2015
Directed by Jamie Uys
Produced by Jerry Weintraub
Written by Jamie Uys
Narrated by Paddy O'Byrne
Music by Charles Fox
Cinematography Buster Reynolds
Edited by Renée Engelbrecht
Distributed by Columbia Pictures (USA) 20th Century Fox
Release dates 13 April 1990
Running time 98 minutes
Country South Africa Botswana
Melihat Xi dan
sukunya bertahan hidup di daerah tandus Kalahari menunjukkan suatu keterampilan
hidup yang luar biasa. Mereka mengadaptasikan diri mereka dengan lingkungan.
Mereka tahu harus berbuat apa dengan lingkungannya, seperti cara mendapatkan
air dan makanan.
Dalam
kehidupan mereka terlihat bahwa idealisme mereka murni hanya bertahan hidup,
karena tidak ada lagi yang mereka kerjakan selain food gathering dan
usaha-usaha melengkapi kebutuhan sandang,pangan papan. Membuat mereka tidak
menandai hari dengan penanggalan. Mereka hidup berkelompok dalam skala kecil.
Karena hidup bersama-sama dalam skala kecil, kehidupan sosial mereka tidak
menghasilkan strata dan norma-norma hukum yang pasti, bahkan mereka tidak
mengenal system kepunyaan. Satu prinsip yang mereka anut adalah Tuhan
menciptakan semuanya untuk kebaikan, sehingga mereka sama sekali tidak memiliki
rasa benci terhadap apapun ciptaan lain di sekitar mereka.
Suatu hari Xi
menemukan botol kaca. Dalam peradaban mereka kaca adalah sesuatu yang aneh dan
baru. Botol kaca itu dibuang oleh pilot pesawat yang melintas di daratan
Kalahari. Sedangkan suku di Kalahari menyebut itu sebagai pemberian Tuhan.
Botol Kaca ini menjadi pusat perhatian dan semua orang merasa butuh untuk
menggunakannya. Mulai muncul ownership dan kecemburuan. Xi berniat
mengembalikan benda itu kepada Tuhan, benda itu membawa keburukan bagi mereka,
dan mereka menyangka Tuhan pasti telah salah mengirimkan itu kepadanya.
Dari sinilah
ia bertekad melemparkan kaca itu ke ujung dunia, perjalanan ke ujung dunia
membuat ia menemukan peradaban lain di luar Kalahari yang sudah lebih kompleks
dalam interaksi sosialnya. Ada semacam culture Shock yang ia dapatkan, mulai
dari menemukan hewan yang berlari sangat cepat (mobil), Tuhan (manusia dengan
rambut bewarna dan memiliki pakaian), persamaan hak atas apa yang ada di bumi
(pidana membunuh hewan ternak yang bukan kepunyaan).
Sedangkan di
sisi lain, di film ini juga diperlihatkan kehidupan perkotaan yang sudah jauh
lebih kompleks dan heteorogen. Seolah-olah mereka tidak ingin beradaptasi
dengan lingkungan, mereka berusaha mengadaptasikan lingkungan pada kebutuhan
mereka, seperti pada pembuatan jalan raya, gedung, dan lain-lain. Ada sistem
strata dan sistem kehidupan yang berjalan secara teratur dan di desain sedemikian
rupa. Penduduk perkotaan berkomunikasi dengan bahasa universal yang bisa
dimengerti semua orang. Mereka mengembangkan teknologi agar mempermudah
kehidupan dan upaya memenuhi kebutuhan.
Sangat jauh
berbeda melihat corak kehidupan mereka. Saya menyadari bahwa behavior suku di
Kalahari dan penduduk di perkotaan atau pedesaan selalu didasari oleh
pengetahuan yang dipercaya bisa memenuhi kebutuhan manusia dan mendukung
keberlangsungan hidup. Yang sering menjadi masalah, adalah timbulnya stereotypes
dan menggunakan parameter yang berbeda dalam menilai kelompok lain di luar
kelompok mereka. Padahal bila ditinjau lebih jauh, ada alasan yang kuat dalam
mendorong prilaku demikian.
Pelajaran
berharga yang saya dapat setelah menonton film ini adalah empati kepada
perbedaan. Film ini menyadarkan saya kalau perkembangan teknologi tidak selalu
memberikan manfaat dan efektif dalam
mempermudah kehidupan. Akan menjadi suatu masalah besar bagi suku di Kalahari ,
masalah dalam interaksi sosial dan lingkungan mereka.
Jumat, 13 Januari 2017
Perbedaan antara Adjective, Verb dan Noun
Reviewed by Esemka
Date 1/13/2017 07:45:00 AM
Label:
inggris
Perbedaan antara Adjective, Verb dan Noun
Perbedaan antara Adjective, Verb dan Noun
A. ADJECTIVE
Adjective yaitu kata yang menunjukan sifat atau keadaan atau bilangan dari kata benda.
Contoh dari kata adjective :
Contoh dari kata adjective :
- Handsome / Ganteng
- Beautiful / Cantik
- Danger / Bahaya
- Expensive / Mahal
- Cheap / Murah
- Busy / Sibuk
- lonely / Lengang
- Crowded / Ramai
- Quiet / Sepi
B. VERB
Verb yaitu kata yang menunjukkan kegiatan atau kata bantuyang membantu kata lain,sehingga kata itu dapat menjadi predikat.
Contoh verb :
- I take an English course twice a week.
- He will come on time next week
- They are learning English with new students
- He is a giving speech
C. NOUN
Contoh verb :
- I take an English course twice a week.
- He will come on time next week
- They are learning English with new students
- He is a giving speech
Noun adalah kata benda, penggunaan kata benda dapat sebagai subject kalimat,object kata kerja dan objek kata depan.
Contoh noun :
Contoh noun :
• The names of person (nama-nama orang)
- General Soeharto
- Queen Victoria
- Prof.Dr.Amien Rais,M.A
• The names of places ( countries, cities, etc) / Nama tempat ( negara, kota, dll)
- England
- Rusia
- Germany
- Indonesia
- Japan
- Korea
- Jakarta
- Bandung
- Surabaya
• The names of things ( nama-nama benda)
- Chair
- Pencil
- Table
- Pap
- Ballpoint
Kamis, 12 Januari 2017
Analisis Film Rurouni Kenshin 3 (Jepang), Alur, Tokoh, Visual Effect, Make up
Reviewed by Esemka
Date 1/12/2017 06:55:00 AM
Label:
analisis
,
film
,
perfilman
Analisis Film Rurouni Kenshin 3 (Jepang), Alur, Tokoh, Visual Effect, Make up
Rurouni Kenshin 3
(Jepang)
Fathurrahman Maulana S
NIM. 1455428
INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA (ISBI) BANDUNG
PRODI TELEVISI DAN FILM
2015
The Legend Ends merupakan bagian kedua dari sekuel film Rurouni
Kenshin. Pada film ini mengisahkan kisah lanjutan setelah apa yang terjadi pada
film sebelumnya, yakni Kyoto Inferno.
ALUR
Jika pada film Kyoto Inferno alur cerita terasa sangat padat dan
berjalan cukup cepat, film terbaru ini menampilkan alur cerita yang sedikit
melambat. Lambatnya alur yang berjalan cukup terasa pada bagian awal film
dimana Kenshin sedang menjalani latihan bersama sang guru. Pada bagian awal ini
penonton akan disuguhkan adegan pertarungan Kenshin bersama sang guru yang
berjalan cukup lama.
Fokus cerita yang ada pada film The Legend Ends ini juga tidak
sebanyak apa yang ada di Kyoto Inferno. Namun hal ini membuat alur cerita yang
disampaikan menjadi sedikit lebih nyaman untuk diikuti. Meski terkadang ada
alur yang berjalan cukup lambat.
TOKOH
Juppongatana atau Pasukan Sepuluh Pedang merupakan kumpulan anak
buah dari Makoto Shishio. Selain munculnya karakter Shishio, Juppongatana juga
menjadi sorotan penting dalam sekuel film Rurouni Kenshin ini.
Namun sayangnya, selama dua bagian film, Kyoto Inferno dan The
Legend Ends peran Juppongatana tidak terlalu terlihat. Hanya segelintir anggota
Juppongatana saja yang mendapatkan porsi pada film sekuel ini. Dalam sekuel ini
terkesan hanya Soujiro Seta (diperankan oleh Ryunosuke Kamiki) yang mendapat
porsi peran yang cukup dominan dibandingkan dengan anggota Juppongatana
lainnya.
Selain itu, bagi anda yang belum menonton film sebelumnya maupun
kurang terlalu akrab dengan seri Rurouni Kenshin, akan sedikit sulit untuk
mengenali tokoh-tokoh yang ada. Dalam film ini, pengenalan tokoh kurang
dijelaskan secara jelas.
Namun akhir kata, film ini merupakan salah satu bentuk adaptasi
live-action dari komik dan seri anime yang cukup sukses. Bagi para penggemar
setia seri Rurouni Kenshin atau Samurai X, The Legend Ends menjadi sajian wajib
bagi anda.
MAKE UP
Kedua film Kenshin sebelumnya cukup berhasil membuat film
ini terasa realistis. Mulai dari desain kostum karakternya, jika kostum
karakter versi komik banyak yang out of the box, pada film ini diganti dengan pakaian
dengan warna dan gaya sesuai periode restorasi Meiji di Jepang. Para karakter
tidak ada yang bersih merona, mereka akan lusuh akibat debu, pasir, keringat,
air mata, atau bahkan darah. Efek ini membuat suasana cerita menjadi lebih
realistis – tidak peduli secantik ataupun seganteng apapun para pemeran yang
beraksi di sini. Hal ini membuat trilogi ini lebih pantas dikategorikan sebagai
fiksi – historis, tidak sekadar sebuah fiksi -fantasi.
VISUAL
EFFECT
Efek dalam film Kenshin memang telah muncul dari film terdahulu,
namun di film ini pemakaian visual effect akan semakin sering muncul.
Puing-puing yang berterbangan di latar belakang ikut membuat adegan pertarungan
menjadi terasa seru. Dan jangan lupa, salah satu adegan yang paling ditunggu
akan hadir di sini, yaitu Ichi no Hiken: Homura Dama,
jurus pedang berapi dari Makoto Shishio akibat percikan pedang dengan akumulasi
lemak manusia yang menumpuk di pedangnya selama ini. Jurus pedang berapi
mungkin adalah jurus picisan, tapi berkat visual efeknya, sepertinya kita akan
percaya saja bahwa memang Shishio mampu menembakkan lidah api dari sayatan
pedangnya
Bottom of
Form
Langganan:
Postingan
(
Atom
)