Selasa, 24 Maret 2015

4 Sistem Pers Dunia Reviewed by Esemka Date 3/24/2015 07:54:00 PM

4 Sistem Pers Dunia

      1. Sistem Pers Otoriter
Sistem ini dianggap sebagai sistem yang paling tua dan banyak dipakai sebagai landasan bagi pengontrolan Negara terhadap pers di banyak Negara.
Ada beberapa asumsi filosofis dasar yang melandasi terbentuknya system ini. Emnurut kaum otoritarian manusia tidak akan mencapai potensi yang sepenuhnya apabila berdiri sendiri sebagai individu. Manusia hanya akan tampil maksimal apabila ia menjadi bagian dari masyarakat dan Negara. Oleh karenanya peran Negara menjadi sangat penting. Negara adalah puncak dari ekpresi dan keinginan manusia. Dan akhirnya Negara menjadi sesuatu yang memilki kekuasaan untuk menentukan tujuan dan cara pencapaian tujuan suatu masyarakat. Mengenai kebenaran dan pengetahuan, teori ini berpendapat bahwa kebenaran tidak dapat diperoleh oleh semua orang. Hanya “orang-orang yang bijak” sajalah yang dapat menemukan kebenaran. Orang-orang yang mampu menemukan kebenaran inilah yang lalu memimpin Negara atau setidaknya menjadi penasehat pemimpin Negara. Kaum otoritarian percaya bahwa Negara adalah elemen terpenting dalam sustu masyaraakt, maka peranan pers pun diarahkan untuk menunjang tujuan itu. Agar peran itu dapat terwujud maka dibutuhkan bentuk-bentuk pengontroaln terhadap aktifitas pers.
Ada beberapa bentuk pengendalian pers. Cara pertama, adalah dengan memberikan paten-paten ekslusif kepada individu-individu yang dipercaya oleh pemerintah untuk menjalankan fungsi pers. Para pemegang paten tersebut diperbolehkan mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha pers yang dia lakukan, namun dengan satu syarat yaitu jangan mengguncangkan pemerintah. Bila syarat tersebut dilanggar maka lisensi si pelanggar akan dicabut. Cara ini di Inggris pada abad XVI dan dianggap sangat efisien karena tidak terlalu membutuhkan banyak dana. Yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan pengontrolan dengan ketat terhadap kegiatan pers tersebut. Cara ini berjalan denganbaik selama 200 tahun di Inggris dan mencapai masa kejayaannya. Namun seiring berjalannya waktu, system control ini berakhir karena persainga bisnis pers suadah semakin tajam. Ketika para wartawan mulai merasakan bahwa gaji mereka dapatkan tidak cukup, sementara tidak ada alternative tempat bekerja selain perusahaan pemegang paten, mualilah mereka terlibat dalam penerbitan-penerbitan yang melawan hukum. Pada abad XVII mereka menemukan kelompok-kelompok politik dan keagamaan yang mampu membiayai mereka menerbitkan pamphlet-pamflet illegal yang isinya menghujam system paten.
Cara kedua adalah melalui sensor. Cara ini diambil karena penerbit dianggap tidak cukup dipercaya untuk menyeleksi sendiri karya-karya yang diterbitkan. Untuk itulah karya-karya penerbitan tertentu seperti politikdan agama diserahkan dulu kepada pemerintah sebelum diterbitkan. Pada abad XVI pekerjaan ini tidaklah sulit karena pada waktu itu jumlah penerbitan masih sedikit. Namun pada abad XVII pekerjaan penyensoran menjadi rumit karena jumlah bahan yang dipublikasikan semakin banyak. Pekerjaan penerbitan menjadi terhambat hanya karena lamanya proses penyensoran. Penerbit menjadi tidak sabar. Kondisi ini semakin parah ketika surat kabar menjadi alat penyebar informasi yang utama. Tekanan deadline harian menjadikan penyensoran menjadi semakin tidak mungkin dilakukan. Cara pengontrolan pers yang ketiga adalah melalui pendakwaan di pengadilan. Cara ini dipakai belekangan setelah cara paten dan sengor tidak lagi mempan dilakukan. Dua landasan hukum yang dipakai untuk menuntut pihak penerbit adalah pasal penghianatan dan pasal penghasutan (sedition). Kendatipun contoh-contoh yang disebutkan di atas seluruhnya mengacu pada pengalaman beberapa abad yang lalu, pola piker serupa terus berkembang sampai abad dua puluh ini.

II. Sistem Pers Libertarian
Bertolak belakang dengan kaum otoritarian, filsuf-filsuf libertarian berpendapat bahwa manusia adalah insane yang rasional dan memiliki tujuan sendiri. Manusia mampu mengatur hidupnya sendiri dan tahu tentang apa yang menjadi tujuan hidupnya. Oleh karena itu, tujuan individu sangat dihargai. Bahkan dikatakan bahwa tercapainya tujuan individu adalah merupakan tujuan akhir, tujuan manusia, masyarakat, dan Negara. Kaum libertarian dengan tegas membantah pernyataan bahwa Negara adalah ekpresi tertinggi dari individu. Mereka mengakui bahwa Negara memang dibutuhkan, tapi fungsi itu, maka Negara dianggap gagal dan oleh karenanya ahrus diubah secara drastis.
Kepercayaan yang besar kepada individu ini berpengaruh pula pada pendapat mereka terhadap hakekat kebenaran. Menurut mereka sumber kebenaran terdapat pada individu. Maka sekali saja kita membungkam individu untuk bicara, maka kita telah membungkam satu sumber kebenaran. Jadi kebebasan individu untuk mengemukakan pendapatnya sangat dihargai. Kebenaran yang sejati diperoleh melalui kompetisi opini yang terbuka antar individu.
Dalam system libertarian dikenal cara control terhadap pers yang dinilai secara natural, yaitu apa yang disebut “proses pelusuran sendiri”. Caranya adalah dengan membiarkan public mengonsumsi pemberitaan yang mungkin saja sebagian benar, sebagian salah atau mengandung kedua-duanya. Public dianggap dapat dipercaya untuk memilih yang benar dan meninggalkan yang salah. Sehingga hal-hal yang salah secara alamiah akan tersingkir dengan sendirinya. Cara lain juga sering dipakai adalah melalui jalur pengadilan. Melalui pengadilanlah suatu perkara pers dipituskan. Apakah ia menjalankan kebebasannya secara proposional ataukah tidak.
Dalam system ini, pers harus dilepaskan sejauh mungkin dari kemungkinan menghadapi pembatasan. Termasuk didalamnya soal pemilikan pers. Siapapun yang memiliki cukup modal dan berkeinginan mendirikan usaha pers,pemerintah tak boleh menghalangi-halanginya. Demikian pula dengan arus informasi antar Negara. Pemerintah tak boleh mengalangi aktivitas wartawan asing ataupun penyebaran informasi asing di dalam negeri. Kecuali fitnah atau informasi yang dapat mengancam keselamatan atas kebebasan itu sendiri, praktis tak ada pembatasan boleh dikenakan.

III. Sistem Pers Tanggung Jawab Sosial
Sistem pers tanggung jawab social merupakan pengembangan dari system pers libertarian. Munculnya system pers tanggung jawab sosial ini dilandasi oleh satu pemikiran bahwa pers tidak saja memiliki kebebasan dalam mengungkapkan suatu fakta sosial namun harus pula bertanggung jawab terhadap masyarakat mengenai apa yang ia ungkapkan. Sebuah pers yang bebas adalah pers yang bebas dari segala bentuk paksaan namun tidak bebas dari rasa tanggung jawab. Pers yang bebas adalah pers yang dalam menjalankan kebebasannya itu dituntunoleh etika-etika tertentu.
Perbedaan utama antara kaum libertarian dan kaum yang berorientasi pada tanggung jawab sosial adalah dalam hal derajat kebebasan yang diberikan: bila yang pertama percaya pada kebebasan mutlak, yang kedua percaya pada kebebasan bersyarat.
Para pengkritik pers libertarian melihat dengan jelas behwa ketika pers berkembang menjadi bisnis raksasa, maka yang menjadi kepentingan utama adalah kepentingan bisnis. Jadi, yang dipentingkan adalah bagaiman mencapai keuntungan financial sebesar-besarnya. Para pengkritik teori libertarian menganggap bahwa seandainya pers dibiarkan bebas tanpa control, mereka dengan sendirinya akan melayani masyarakat luas. Tidak pula terbukti bahwa masyarakat pembaca cukup kritis untuk memilih hanya tawaran-tawaran media yang untuk jangka panjang, membawa kesejahteraan bersama. Pelaksanaan dari system pers tanggung jawab sosial misalnya menyelenggarakan organisasi-organisasi non- pemerintah yang komposisi anggotanya terdiri dari berbagai wakil masyarakat dan pers sendiri, yang berfungsi dalam hal pengawasan sepak terjang pers. Belakangan ini dibuat pula kode etik industry film (1930), kode etik radio (1937), dan kode etik industri televisi (1952), yang rancangannya secara jelas menekankan tuntutan agar dunia pefilman, radio, dan televisi member sajian sesuain kepentingan, kesenangan dan keperluan masyarakat. Terlepas dari segala bentuk pengendalian tersebut, harus selalu dicatat bahwa intervensi pemerintah tetap ditekan seminim mungkin.

IV. sistem Pers Soviet-Komunis

Kaum soviet menuduh bila terjadi kebebasan pers, maka yang akan diuntungkan adalah kaum borjuasi yang memiliki sarana media massa. Kebebasan pers menurut mereka, hanya dapat diselenggarakan dalam masyarakat tanpa kelas. Kebebasan pers yang hakiki hanya dapat dicapai hanya apabila Negara dan kelas lenyap sehingga dengan demikian lenyap pulalah pemilikan terhadap alat-alat produksi. Sensor pemberitaan dilakuakn oleh partai dengan asumsi bahwa media massa harus bertanggung jawab kepada rakyat yang diwakili oleh anggota partai. Partai melakukan sensor dengan cara: pertama, menempatkan departemen penerangan dan agitasi di redaksi-redaksi surat kabar. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa merekalah orang yang paling mengerti tentang ajaran-ajaran komunisme. Kedua, adalah dengan mengeluarkan sejumlah besar arahan-arahan yang menentukan bahan apa yang harus muncul dalam media massa dan bagaimana menyajikannya bahkan dengan disertairinciannya yang sangat detail. Ketiga, ialah dengan kritik dan penilaian oleh partai kepada pers. Ini dilakukan dengan kritik berjenjang. Penerbit-penerbit tingkat atas mengkritik penerbit-penerbit yang lebih rendah darinya dan seterusnya. Dengan cara inilah isi media massa ditentukan partai. Bukan untuk menyajikan fakta tapi lebih sebagai terompet penyambai doktrin-doktrin partai.
Terimakasih Anda telah membaca tulisan / artikel di atas yang berjudul : 4 Sistem Pers Dunia jangan lupa komen dan berbagi :)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar