Minggu, 31 Januari 2016
Makalah Analisis Film Dokumenter Senyap (The Act of Killing)
Reviewed by Esemka
Date 1/31/2016 09:14:00 AM
Label:
analisis
,
Estetika
,
film
,
makalah
,
tugas
,
umum
Makalah Analisis Film Dokumenter Senyap (The Act of Killing)
Kata pengantar
Allhamdulillah
puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT., atas karunia-Nya penulisan
tugas makalah wah ini kesalahan fatal :v “Televisi Dan
Kebudayaan Indonesia” ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Pada dasarnya
penulisan laporan makalah ini adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh
mahasiswa program studi D4 film dan televisi ISBI Bandung untuk menyelesaikan
tugas ujian akhir semester mata kuliah teknologi media.
Dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
1.
Allah
SWT.
2.
Bapa
Syamsul Barry, S.Sn., M.Hum.selaku dosen mata kuliah teknologi media .
3.
Kepada
seluruh informan. Tanpa mereka penulis tidak bisa membuat tulisan ini
4. Kepada keluarga penulis. Terutama kedua orang tua
penulis tercinta.
Penulis menyadari bahwa makalah “Televisi
Dan Kebudayaan Indonesia” ini tidak terlepas
dari kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga laporan makalah ini
bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan khususnya bagi penulis dan pada
umumnya bagi pembaca.
Bandung, 28 Januari
2016
Penulis
Fathurrahman Maulana S
Daftar isi
Kata pengantar. 1
Daftar isi 2
Prolog. 4
1.1 Latar Belakang. 4
1.2 Isi Cerita. 6
Bab 2. 8
Penjabaran Film.. 8
2.1 Kritisi Isi
Konten Film 8
Bab 3. 13
Epilog. 13
3.1 Kesimpulan. 13
Daftar Pustaka. 14
Bab I
Prolog
( Gambar 1.1 poster film Senyap)
1.1 Latar
Belakang
Senyap
(2014) adalah lanjutan film dokumenter Jagal (2012) yang populer beberapa tahun
lalu dan mendapat banyak pujian. Dikabarkan tahun ini masuk salah satu nominasi
Oscar. Joshua Oppenheimer, dan juga salah
satu sutradaranya, bahkan meraih penghargaan MacArthur ‘Genius Grant’.
Pendekatan yang dipakai dalam dua film yang sama-sama mengangkat soal peristiwa
1965 itu dianggap spektakuler dalam film dokumenter. Di Jagal, penonton
langsung berhadapan dengan para algojo yang membunuh ribuan orang yang dianggap
terkait dengan Partai Komunis Indonesia saat itu. Anwar Congo, karakter utama
film ini, adalah salah satu pembunuh tersebut. Sementara di Senyap, sutradara
dengan pintar menggunakan seorang tukang kacamata keliling bernama Adi.
Kakaknya, Ramli, adalah salah satu korban yang terbunuh dalam peristiwa itu .Menurut
saya, film yang bagus itu film yang dapat membuat saya berpikir melebihi tema
film tersebut. Selain dengan alur cerita secara menarik tetapi juga membuat orang
yang menonton berdiskusi tentang tema film itu sendiri. Dan karena menurut saya
film ini sangat menarik maka saya memilih film ini selain itu juga banyak
mendapakan respon dari berbagai penjuru dan juga masuk banyak nominasi dan
mendapatkan penghargaan di berbagai negara .Pada website IMDB ratting film
Senyap yang bagus yaitu 8.4/10 dan mendapat 154 kritik juga 12 reviews
Film dokumenter Senyap terkenal kontroversinya banyak yang menolak saat penayangan secara serentak
se-Indonesia . Di beberapa
daerah, sejumlah pihak melarang pemutaran Senyap. Di Malang saja,
misalnya, Rektor Universitas Brawijaya melarang pemutaran film itu di
kampusnya. Sekelompok organisasi kemasyarakatan yang menamakan diri Pribumi pun
membubarkan pemutaran di Warung Kelir, Jalan Panglima Sudirman, Malang.
Di Yogyakarta, rencana pemutaran film Senyap di
kantor Aliansi Jurnalis Independen pun batal. Kepolisian Resor Kota Yogyakarta
mendesak pemutaran dibatalkan karena menganggap penyelenggara tak mampu
menjamin keselamatan penonton. Sebelum pemutaran berlangsung, sebuah ormas yang
menamakan diri Forum Umat Islam DIY menebar ancaman akan membubarkan pemutaran
film itu. Ya memang menurut saya pasti kebanyakan
orang akan penasaran bagaimana film ini .
1.2 Isi Cerita
Adalah Adi laki –
laki paruh baya, seorang PUJAKESUMA (Putra Jawa Kelahiran Sumatera), yang
merupakan adik dari seorang kakak yang terbunuh pasca kejadian G30SPKI Yaitu
Ramdi. Kakaknya ini dituduh terlibat gerakan Komunis di masa keadaan indonesia
masih belum seperti saat ini. Kenangan kelam masa lalu ini yang kemudian
membawa Adi pada sebuah pencarian. Ia lantas berkeliling ke daerah dimana
dahulu kakaknya terbunuh yaitu di sekitar Kabupaten Deli Serdang, Sumatera
Utara. Sebari memeriksa pengelihatan pelanggan kacamatanya. Tampak jelas
digambarkan di film dokumenter ini bahwa yang dicari Adi hanya sesuatu yang
sederhana, sebuah kata, Maaf, dari orang – orang yang dulu terlibat dan
bertanggung jawab atas kematian Kakaknya. Beberapa kali adegan memperlihatkan
ketika Adi menemui sang mantan ‘Penjagal’ ia hanya ‘memancing’ cerita tentang
apa yang dahulu mereka lakukan yang kemudian ia akhiri dengan sebuah pengakuan
bahwa dirinya adalah adik dari salah seorang korban, lalu ia diam, tanpa
menuntut apa – apa secara eksplisit kepada sang mantan ‘Penjagal’, yang
kemudian mendapat respon beragam dari sang mantan – mantan ‘Penjagal’ itu.
Mulai dari yang mengusirnya hingga yang memarahinya dan mengancamnyaa. “Tampak
jelas digambarkan di film dokumenter ini bahwa yang dicari Adi hanya sesuatu
yang sederhana, sebuah kata, Maaf.” Adi biasanya akan pamit dengan amarah yang
ia lipat rapi. Seakan akan ia mengharapkan sesal berkepanjangan, tetapi bahkan
secuil permintaan maaf pun tak berhasil dibawanya pulang. Memang sesekali kata
maaf dilemparkan ke muka Adi. Tetapi itu tidak datang dari pelaku, melainkan
dari anak perempuan atau istrinya yang kemungkinan melontarkannya karena
pertanyaan-pertanyaan Adi sudah membuat suasana jadi tidak kondusif dan tidak
membuat nyaman.
Bab 2
Penjabaran Film
2.1 Kritisi Isi Konten Film Senyap
Apa tujuan Joshua Oppenheimer membuat The Look of Silence alias Senyap yang
menelusuri kisah di balik pembantaian "anggota PKI"? Bukankah ia
sudah mengeksplorasi begitu banyak hal lewat The Act of Killing? Perlukah film
itu dibuat sekuelnya? Berbagai pertanyaan yang berputar di benak saya itu
seketika menghilang setelah selesai menonton filmnya. Kedua film Oppenheimer
itu ternyata merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. The Act of Killing
ibarat pembuka yang memaparkan kenyataan-kenyataan mencengangkan pada penonton
sambil disaat bersamaan mengajak berkenalan pada sosok Anwar Congo melihat dari
sudut pandang sang penjagal. Kita diajak masuk ke dalam isi pikiran Anwar Congo,
dan mulai diajak memahami bahkan bisa jadi turut bersimpati padanya. Sedangkan
The Look of Silence mengambil sudut pandang yang bertolak belakang dengan
keluarga korban pembantaian sebagai fokus utamanya. Sosok utama dalam film ini
adalah Adi, pria berusia 44 tahun yang kakaknya, Ramli merupakan salah satu
korban pembantaian tahun 1965 karena dituduh sebagai anggota PKI.
Secara teknis, pengemasan sutradaranya masih menyuguhkan sisi lain dibalik
tragedi, bedanya kali ini sisi lain itu penuh dengan kesunyian. Tanpa musik
tentu saja, dan ada begitu banyak adegan bisu yang tidak menampilkan apapun
kecuali gambar diam selama beberapa detik. Film ini juga lebih banyak
memperlihatkan ekspresi seseorang daripada objek yang sedang ia lihat, atau
menjadi fokus pembicaraan. Sebagai contoh di awal film saat Adi sedang menonton
rekaman seorang pelaku pembantaian yang meragakan aksi pembunuhannya, kamera lebih
sering memilih memperlihatkan ekspresi Adi daripada rekaman tersebut. Tujuannya
jelas, mungkin untuk menelusuri lebih dalam perasaan Adi, dan mentransfer emosi
itu kepada penonton. Pernahkah anda berpikir akan melihat seorang pembunuh
duduk berhadapan dengan keluarga korban lalu membicarakan tentang kasus
pembunuhan itu? Setiap perbincangan yang terjadi antara Adi dan pembunuh
kakaknya hadir dalam intensitas luar biasa. Keberadaan kamera dan proses
pembuatan film itu sendiri membuat hampir tidak mungkin bagi kedua belah pihak
untuk meluapkan semua emosinya apalagi sampai bermain fisik. Tentu saja ada
letupan-letupan emosi tapi mayoritas yang muncul di layar adalah momen diam,
tapi dalam kediaman itu saya bisa merasakan adanya gejolak dalam perasaan
mereka. Karena sejarah yang tertulis dan terucap sangat bisa direkayasa, maka sepertinya
sutradara berusaha menangkap segala kesunyian dan kebisuan ini. Karena pada
saat senyap inilah kebenaran hakiki yang bersumber dari perasaan terpendam
manusia bisa kita observasi dan rasakan,
Ramli nama yang tidak asing apabila dihubungkan dengan sejarah PKI, Kisah
tentang Ramli sendiri katanya merupakan salah satu yang paling
"fenomenal" karena kesadisan yang ia alami sebelum akhirnya dibunuh.
Pada malam pembantaian Ramli sudah sempat dilukai, ditusuk, bahkan konon isi
dalam perutnya sudah terburai. Tapi sebelum sempat dibunuh ia kabur dan pulang
ke rumah sebelum akhirnya "dijemput" oleh para pembunuhnya dengan
alasan akan dibawa ke rumah sakit. Tapi pada kenyataannya Ramli dibawa ke truk,
dipotong alat kelaminnya, lalu dibunuh. Bagi sang ibu, sangat berat menjalani
hari-harinya tinggal berdampingan dengan pembunuh anaknya. Lebih menyakitkan
lagi, para pembunuh itu kini mendapat pangkat dan kedudukan tinggi sebagai
bentuk penghargaan atas "jasa" mereka dulu, dan seperti yang sudah
kita tahu lewat The Act of Killing kebanyakan dari mereka tidak menyesal,
bahkan bangga karena merasa telah berjuang demi Indonesia. Adi pun memutuskan
untuk mendatangi satu per satu dari mereka untuk kemudian mengajukan berbagai
pertanyaan terkait perbuatan mereka di masa lalu.
Mulai dari seorang wanita yang sudah berumur sebari memeriksa dan
memasangkan alat untuk tes pembuatan kacamatanya, Adi bertanya tentang
seputaran peritiswa itu namun pada akhirnya karena pertanyaan itu Adi
meberhentikannya karena melihat wanita itu yang sepertinya agak risih dengan
beberapa pertanyaan yang diajukan Adi.
Selain keluara si pembunuh kakanya juga adi mendatangi rumah pamannya. Perhatikan
bagaimana Adi memaksa pamannya secara tidak langsung untuk mengaku terlibat
secara tidak langsung dalam pembunuhan Ramli, juga bagaimana Adi protes kepada
pamannya karena tidak menyelamatkan Ramli. Pengadeganan itu melupakan fakta
betapa tidak biasanya situasi yang terjadi pada saat itu, ketika semua orang
dihadapkan pada pilihan sulit antara dibunuh atau membunuh, ketika seorang adik
bisa mengkhianati kakaknya, seorang istri bisa mengkhianati suaminya, dan
seterusnya demi menyelamatkan diri. Seolah-olah sang paman punya kuasa lebih
untuk menyelamatkan Ramli, di saat keselamatannya sendiri barangkali juga terancam.
Berlanjut saat Adi mendatangi si rumah pembunuh kakanya yang lain,
alih-alih mendapat resep untuk kesehatan matanya, ia malah mencecar dengan
pertanyaan dari Adi. Pada sebuah keluarga yang terdiri dari seorang bapak yang
sudah tampak linglung, dan seorang anak perempuannya, perhatikan bagaimana Adi
mendramatisir adegan itu dengan cerita betapa si bapak meminum darah korban yang
dibunuhnya supaya tidak gila. Juga ketika Adi bertanya kepada si anak
perempuan, tentang bagaimana perasaannya saat tahu bapaknya membunuh orang lalu
meminum darahnya. Gaya yang diperlihatkan Adi mengingatkan saya pada reporter
stasiun-stasiun TV di Indonesia ketika meliput sebuah peristiwa bencana, yang
selalu mencecar korban dengan pertanyaan “Bagaimana perasaan Ibu?”, sembari
kamera bergerak zoom-in, berharap si narasumber menangis demi mendapatkan efek
dramatis mungkin.Katany adegan ini dianggap paling menyentuh dari Senyap, dan
dijadikan sebagai contoh usaha rekonsiliasi.
Menurut saya puncak pada film Senyap terjadi saat Adi mengunjungi keluarga
terakhir di film itu. Karena si bapak yang menjadi pembunuh sudah meninggal
dunia, yang ditemui adalah sang istri yang sedang sakit, dan anaknya yang
tampaknya tidak tahu apa-apa. Dengan keterbukaan keluarga itu menerima sutradara
beserta kru ke rumahnya, dan kesediaan mereka untuk difilmkan nyata-nyata
ternodai oleh tingkah laku si sutradara sepertinya tidak perlu dilakukan.
Perhatikan bagaimana adegan itu kemudian dimulai dengan menampilkan satu video,
yang saya duga dari wawancara film sebelumnya . Tak hanya kelihatan bangga saat
diwawancara, si bapak pembunuh itu membuat dan bahkan menunjukkan daftar
orang-orang yang berhasil dibunuhnya beserta cerita bagaimana saat kejadian itu
dalam sebuah buku. Di video itu terlihat juga istrinya, yang tampak berdiri
ceria di sampingnya. Adegan ini mengingatkan kita pada polah orang-orang biasa
di depan kamera: riang, lugu, terbuka, ‘pengen masuk TV’, tanpa tahu sedikit
pun soal agenda orang yang merekamnya.
Kemudian adegan berpindah ke masa kini, ketika sang istri diwawancarai
secara intimidatif oleh Adi yang hadir ke rumah itu, entah dengan alasan
sebagai apa, sebab tidak ada anggota keluarga yang punya masalah dengan mata,
Ditunjukkanlah video tersebut entah demi efek dramatis, seolah ingin mengatakan
“suamimu pembunuh, bapakmu pembunuh, dosanya harus kamu tanggung.” Saat
keluarga pembunuh tersebut merasa tidak nyaman, bahkan meminta wawancara itu
dihentikan, alih-alih menenangkan keadaan, salah satu sutradara dengan bahasa
Indonesia beraksen Amerika (Joshua) malah ingin menunjukkan satu video lagi.
Tampaknya si sutradara hanya ingin menambah dramatis suasana dengan memojokkan
keluarga itu. Di situlah puncak ketidaknyamanan saya sebagai penonton. Senyap
menjelma sebuah film yang mungkin berhasil memberi stigma pada
keluarga-keluarga pembunuh tersebut, semacam stempel keras bahwa mereka “anak
pembunuh”.
Setelah percakapan demi percakapan yang tak membuahkan hasil, menjelang
akhir film kita diantarkan pada sebuah adegan yang demikian ganjilnya.
Sebelumnya, Rukun, ayah Adi yang sudah sangat sepuh itu ditanya oleh istrinya
perihal Ramli, anak sulungnya yang dibantai waktu ’65. Ia sudah tak ingat lagi:
“Ramli siapa ya?” Menjelang akhir film, ia diperlihatkan tengah berada di
sebuah ruangan tempat menjemur pakaian. Dengan penglihatannya yang rabun, ia
seperti tengah menduga-duga di manakah ia berada. Tanpa kursi roda, kakinya
yang telah lumpuh memaksanya untuk merangkak terseok-seok mengitari ruangan
mencari jalan keluar. Saat kepalanya menyapu baju-baju yang sedang tergantung
di ruas-ruas jemuran, ia pun tambah panik. Dipikirnya ia telah melewati kelambu
kamar rumah orang lain. Ia pun makin menyeru-nyeru: “Tolong! Tolong aku! Aku di
mana? Ini kamar orang, nanti kalau ketahuan aku bisa dipukuli. Ampun! Tolong!
Tolong!” Terseok-seoklah ia berkeliling kamar jemuran itu sambil mengaduh dan
minta pertolongan. Adegan ini seperti memperlihatkan bagaimana Rukun secara
tanpa sadar menubuhkan ingatan tentang pembantaian anak sulungnya. Seperti
Ramli yang lari terseok-seok ke rumah bapaknya dengan usus sedikit terburai,
mengaduh dan memanggil ibunya, hanya untuk terdiam beberapa minta dibuatkan
kopi saat di rumah sebelum akhirnya dibawa pergi di atas truk ABRI, kini sang
bapak terseok-seok mengitari kamar di bawah ketakutan telah melanggar kamar
orang lain, tanpa menyadari bahwa kamar itu adalah rumahnya sendiri. Adegan itu
begitu sureal, begitu ganjil dan ngeri.
Bab 3
Epilog
3.1 Kesimpulan
Penonton yang sudah memiliki latar belakang pengetahuan tentang tragedi
1965 bisa dengan mudah memahami film ini, tetapi bagaimana dengan orang yang
tidak punya cukup referensi? Saya ragu Senyap berhasil menyajikan sejarah
dengan jernih tapi saya sendiri pun tidak tahu manakah sejarah yang “benar”.
Saya tidak sedang membela salah satu pihak yang terlibat dalam pembunuhan
massal tahun 1965. Saya percaya bahwa kita harus terus diskusi persoalan ini
dalam film, sastra, atau apapun. Namun saya juga percaya bahwa untuk
membicarakannya kita perlu cara yang lebih elegan , untuk membedakan kita
dengan yang kita tuduh sebagai penjahat HAM. Saya jadi teringat sebuah
pernyataan yang bilang, “Sejarah adalah milik pemenang perang”, yang menurut
saya itu salah. Sejarah seharusnya adalah milik ‘Sang Kebenaran’. Tapi siapa
kah itu ‘Sang Kebenaran’? apakah ia si ‘Pemenang Perang’?.
Daftar Pustaka
·
http://www.imdb*com/title/tt3521134/ Diakses tanggal 25 Januari 2016
·
http://www.jakartabeat*net/film/konten/konspirasi-yahudi-di-film-senyap-teknis,-teater-dan-konspirasi Diakses tanggal 25 Januari 2016
·
http://www.infospesial*net/tags/kontroversial/41556-senyap-film-tentang-gerakan-30-september-g30s-pki/ Diakses tanggal 25 Januari 2016
·
http://seleb.tempo*co/read/news/2014/12/11/111627880/film-senyap-ditolak-ini-isi-ceritanya Diakses tanggal 25 Januari 2016
·
http://www.kompasiana*com/raistatazkiya/kontroversi-pemutaran-film-senyap-silence_54f38920745513932b6c7a8b Diakses tanggal 25 Januari 2016
·
http://www.bbc*com/indonesia/majalah/2016/01/160115_majalah_film_senyap Diakses tanggal 25 Januari 2016
Sabtu, 30 Januari 2016
Makalah tentang Televisi Dan Kebudayaan Indonesia
Reviewed by Esemka
Date 1/30/2016 09:51:00 AM
Label:
makalah
,
teknologi media
,
tugas
Makalah tentang Televisi Dan Kebudayaan Indonesia
Kata pengantar
Allhamdulillah
puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT., atas karunia-Nya penulisan
tugas makalah “Televisi Dan
Kebudayaan Indonesia” ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Pada dasarnya
penulisan laporan makalah ini adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh
mahasiswa program studi D4 film dan televisi ISBI Bandung untuk menyelesaikan
tugas ujian akhir semester mata kuliah teknologi media.
Dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
1. Allah SWT.
2. Bapa Syamsul Barry, S.Sn., M.Hum.selaku dosen mata
kuliah teknologi media .
3. Kepada seluruh informan. Tanpa mereka penulis tidak
bisa membuat tulisan ini
4.
Kepada
keluarga penulis. Terutama kedua orang tua penulis tercinta.
Penulis menyadari bahwa makalah “Televisi
Dan Kebudayaan Indonesia” ini tidak terlepas
dari kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga laporan makalah
ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan khususnya bagi penulis dan pada
umumnya bagi pembaca.
Bandung, Januari
2016
Penulis
Fathurrahman Maulana S
Daftar
Isi
Kata pengantar 1
Daftar Isi 2
BAB I 3
PENDAHULUAN.. 3
1.1 Latar
Belakang. 3
1.2 Rumusan Masalah. 4
1.3 Tujuan Penelitian. 4
1.4 Manfaat Penelitian. 4
BAB II 5
ISI 5
2.1 Pengertian Televisi 5
2.2 Dampak Positif Televisi 6
2.2.1 Media melestarikan budaya. 6
2.2.2 Media promosi. 7
2.2.3 Media untuk mendapatkan hiburan. 7
2.2.4 Media pemersatu bangsa. 7
2.3 Dampak Negatif Televisi. 8
2.3.1 Hilangnya Budaya Positif. 8
2.3.2 Rusaknya Moral. 9
2.3.3 Timbulnya Cultural Shock. 9
BAB III 11
PENUTUP. 11
3.1 Kesimpulan. 11
3.2 Saran. 11
Daftar Pustaka. 12
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini, arus globalisasi
membawa pengaruh signifikan terhadap perubahan global kehidupan social culture kemasyarakatan. Seiring
dengan perkembangan teknologi yang mampu menggabungkan unsur informasi dan
komunikasi sehingga menjadi model interaksi sosial masyarakat modern. Tak dapat
dihindari perubahan yang sangat cepat, dunia berada dalam situasi dan kondisi
kehidupan antar bangsa dan negara tanpa batas. Media adalah power
hegemoni masyarakat modern dalam mengubah tatatan struktur sosial budaya,
politik, ekonomi dan aspek kehidupan lainnya. Media merupakan alat yang
digunakan masyarakat kapitalis dalam memasarkan produk budaya dan menciptakan
gaya hidup materialis, pragmatis, hedonis dan konsumtif. Meskipun disisi lain
media membawa pengaruh positif dalam menggali informasi berbagai gagasan
pemikiran manusia yang dapat menunjang pembentukan masyarakat kritis.
Beragam
bentuk media, seperti televisi, radio, internet, surat kabar dan lain
sebagainya digunakan sebagai sarana informasi komunikasi masyarakat modern. Televisi adalah media
paling utama yang dapat diakses, dinikmati, dan mudah terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat serta senantiasa menjadi populer di belahan dunia berkembang. Televisi adalah bagian
dari “prakondisi dan konstruksi selektif pengetahuan sosial, pembayangan
sosial, yang digunakan untuk memersepsi ‘dunia-dunia’,’realitas’ kehidupan orang
lain, dan secara imajiner merekonstruksi hidup kita dan mereka menjadi semacam
‘keseluruhan dunia’ (‘worl of the whole’)
yang masuk akal bagi kita” (Hall dalam Chris Barker, 2005 : 341).
Televisi
perlu dipahami secara kultural dan ekonomi dalam hal teks-teks (program) dan
pola-pola maknanya, relasi antara teks dan pemirsa, politik ekonomi (komoditas
industri). Oleh karena itu perlu adanya pendekatan multiperspektif untuk
memahami televisi yang telah memproduksi teks budaya dan membawa pengaruh
signifikan terhadap life style masyarakat kontemporer, baik yang bersifat
positif maupun negatif.
Tayangan televisi banyak yang sudah tidak sesuai
dengan tatanan nilai budaya dalam masyarakat. Melalui penggunaan bahasa dan
gambar sebagai sistem simbol yang utama, tayangan televisi mampu menciptakan,
memelihara, dan mengembangkan suatu realitas. Tanpa sadar kita digiring oleh
definisi yang ditanamkan media. Secara tidak langsung hal itu membuat kita
mengubah definisi kita atau menubah asumsi kita terhadap suatu masalah.
Terdapat
dua bentuk kebudayaan, yaitu kebudayaan non-material (bersifat rohaniah),
meliputi hal yang tidak dapat dilihat dan diraba. Contohnya: religi, bahasa,
dan ilmu pengetahuan. Serta bentuk kedua dari kebudayaan adalah kebudayaan
material yang bersifat jasmaniah, seperti: benda ciptaan manusia dan
perlengkapan hidup. Televisi merupakan salah satu bentuk budaya material.
Arus
deras globalisasi sudah tidak bisa dibendung lagi. Keadaan ini sangat
memungkinkan media massa untuk menjadi jalan akses masuk berbagai nilai asing
yang bisa terbias pada berbagai tayangan televisi. Tayangan televisi seringkali
menabrak nilai moral, etika, dan agama. Pada akhirnya nilai-nilai tersebut bisa
mengkontaminasi bahkan merusak budaya nasional. Apalagi ditambah dengan kemudahan
dalam mengakses televisi seiring kemajuan teknologi.
Terdapat
perkembangan yang sangat signifikan dalam hal keberadaan televisi dikaitkan
dengan pemanfaatan teknologi, seperti Digital Televisi/DTV (televisi digital), High Definition TV (TV Resolusi tinggi),
Ultra High Definition Video/UHDV
(Video Resolusi Ultra Tingi) dan melalui situs internet seperti: Yahoo,
Friendster, You tube, My Space. Keberadaan situs yang mampu menghadirkan siaran
televisi melalui internet tidak mengurangi peranan stasiun televisi, namun
justru dengan adanya peningkatan kemampuan professional, menyebabkan peranan
media televisi yang semakin penting
dan berpengaruh terhadap perkembangan budaya di masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka penulis menetapkan beberapa rumusan masalah sebagai
berkut:
1. Apa
saja dampak negatif televisi terhadap
kebudayaan masyarakat di
Indonesia?
2. Apa
saja dampak postitif televisi terhadap kebudayaan masyarakat di Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari
beberapa rumusan masalah diatas, penulis dapat merumuskan tujuan penelitian
diantaranya sebagai berikut:
1. Mengetahui
apa saja dampak televisi terhadap kebudayaan Indonesia baik postitif maupun negatif.
2. Mengetahui
apa saja peranan media televisi dalam melestarikan kebudayaan Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Setelah
merumuskan latar belakang, rumusan, dan tujuan pembahasan, langkah selanjutnya
ialah menentukan manfaat dari pembahasan. Adapun manfaat dari pembahasan
makalah ini adalah:
1. Bagi
kalangan akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai sumber
informasi bagi penelitian selanjutnya yang terkait.
2. Bagi pembaca awam,
diharapkan dapat mengubah sikapnya dan lebih bijaksana dalam pemanfaatan
teknologi terutama televisi. Dengan
diketahuinya sikap masyarakat Indonesia dalam memanfaatkan tayangan televisi
khususnya tentang kebudayaan Indonesia, diharapkan pada stasiun televisi untuk
meningkatkan kualitas tayangan televisi agar lebih menarik perhatian
masyarakat, sehingga mereka tidak jenuh saat menikmati tayangan tentang
kebudayaan.
BAB
II
ISI
2.1 Pengertian Televisi
Definisi
televisi menurut beberapa sumber:
1. Televisi
berasal dari kata tele dan visie, tele artinya jauh dan visie artinya
penglihatan, jadi televisi adalah penglihatan jarak jauh atau penyiaran
gambar-gambar melalui gelombang radio. (Kamus Internasional Populer: 196).
2. Televisi
adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama
suara melalui kabel (Arsyad, 2002: 50). Sistem ini menggunakan peralatan yang
mengubah cahaya dan suara ke dalam gelombang elektrik dan mengkonversikannya
kembali ke dalam cahaya yang dapat dilihat dan suara yang dapat didengar.
3. Televisi
dapat disebut kotak televisi. Televisi berasal dari kata tele (bahasa yunani)
yang berarti jauh dan visio (bahasa latin) yang berarti penglihatan. Jadi,
televisi adalah media telekomunikasi yang dapat dilihat dari jauh. Penemuan
televisi merupakan penemuan yang mampu mengubah peradaban dunia seperti halnya
seperti roda. (Wikipedia)
4. Televisi
adalah proses penyiaran gambar melalui gelombang frekuensi radio dan
menerimanya pada pesawat penerima yg memunculkan gambar tersebut pada sebidang
layar. (KBBI).
2.2
Dampak Positif Televisi.
Televisi
dapat memberikan pengaruh yang positif bagi para pemirsa yang menyaksikan
program acara atau tayangan televisi. Adapun pengaruhnya yang bersifat positif
sebagai berikut:
1.
Adanya sinetron yang bernuansa kebudayaan lokan indonesia
seperti tentang seorang anak dengan budaya betawi.
2.
Adanya acara atau tayangan yang bernuansakan pendidikan
atau pengetahuan seperti cerdas cermat, berita dan lain sebagainya.
Beberapa peranan
televisi dalam hal media fungsi untuk
melestarikan kebudayaan Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut :
2.2.1 Media Melestarikan Budaya
Indonesia.
Televisi berperan penting dalam
melestarikan kebudayaan Indonesia. Selain merupakan salah satu media elektronik
yang dapat memberikan hiburan televisi juga merupakan salah satu media dalam
menyampaikan informasi. Informasi tentang kebudayaan dapat dengan mudah kita
dapat melalui televisi. Hal inilah yang dapat membuat budaya Indonesia masih
tetap terjaga kelestariannya. Akan tetapi kurangnya acara–acara di televisi
yang menayangkan tayangan – tayangan tentang kebudayaan membuat masyarakat
Indonesia kesulitan dalam mendapatkan informasi tentang kebudayaannya sendiri.
Untuk mengatasi masalah tersebut,
industri pertelevisian perlu menambah acara–acara tentang kebudayaan Indonesia.
Selain memberikan informasi tentang kebudayaan Indonesia kepada masyarakat
umum, tayangan tersebut juga dapat dijadikan ajang promosi kepada dunia tentang
kebudayaan Indonesia. Sehingga menarik para wisatawan mancanegara untuk
berkunjung ke Indonesia. Serta menghindari pengklaiman kebudayaan Indonesia oleh
Negara lain lagi. Untuk itu peran televisi sebagai salah satu sarana
pelestarian kebudayaan Indonesia harus lebih dimaksimalkan lagi.
2.2.2
Media promosi.
Televisi juga dapat dijadikan ajang promosi, baik
produk, kebudayaan, tempat wisata, alam dan lain sebagainya. Dengan adanya
televisi ini lah, orang mudah untuk mencari produk – produk yang ia butuhkan.
Mereka juga dapat melihat langsung bagaimana iklan tersebut. Dan dengan media
televisi inilah, para produsen dapat mengenalkan hasil produksinya kepada
khalayak luas (Aswondo Atmowiloto, 1986 : 67- 68)
2.2.3
Media untuk mendapatkan hiburan.
Televisi merupakan salah satu media elektronik yang
dapat memberikan hiburan. Televisi dapat menyampaikan informasi dengan lebih
cepat dan tepat dengan bantuan teknologi yang serba moderen. Televisi merupakan
alat yang dapat menghibur penonton. Adapun tayangan - tayangan yang disiarkan
berbentuk komedi, lagu - lagu, dan sebagainya yang dapat menghibur pemirsanya.
2.2.4
Media untuk memberikan informasi.
Berbeda dengan radio dan koran, televisi dapat
menyampaikan informasi dalam bentuk visual dan audio. Dalam penyampaian
informasi kepada khalayak umum, televisi dapat lebih cepat menyampaikan
informasi tersebut, dibandingkan dengan koran dan radio.
2.2.5
Media pemersatu bangsa
Televisi adalah salah satu media yang mendunia.
Hampir setiap rumah di dunia ini memiliki sebuah kotak ajaib, bernama televisi.
Bahkan tidak sedikit pula yang memiliki televisi lebih dari satu didalam setiap
rumah. Dengan adanya televisi ini, mereka dapat melihat perkembangan di Negara
lain, bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa televisi dapat mempersatukan antar
bangsa di seluruh dunia.
2.3
Dampak Negatif Televisi.
` Kehadiran televisi telah
membawa perubahan yang signifikan pada corak kehidupan masyarakat, khususnya
bagi anak-anak. Sebelum televisi ada, anak-anak biasanya rajin membaca
Al-Qur’an antara shalat maghrib dan shalat isya secara berkelompok-kelompok di
surau atau di mesjid.
Tetapi setelah televisi muncul, orangtua mereka melihat
perubahan yang luar biasa, yaitu mereka cenderung malas membaca Al-Qur’an dan
sering terlambat melaksanakan shalat subuh, bahkan tidak shalat subuh sama
sekali. Ini terjadi karena mereka suka menonton televisi sampai larut malam,
akibatnya membuat mereka lambat bangun pada pagi harinya. Keadaan
itu terjadi karena anak-anak mempunyai kesempatan untuk menonton televisi
secara leluasa tanpa adanya pengawasan yang wajar dari orangtua. Orangtua
mereka sibuk bekerja seharian di kebun atau sibuk dengan pekerjaan lainnya,
sehingga tidak mempunyai waktu yang banyak untuk menemani dan mengawasi
anak-anak mereka menonton televisi.
Ciri
lainnya adalah gejala “memadamkan”. Rangsangan televisi selama 10.000 jam
menciptakan pemirsa yang mampu “menolak” masuknya bunyi suara ke pendengaran
mereka. Kemampuan semacam itulah yang mendorong anak-anak untuk mencoba
mengerjakan tugas pekerjaan rumah sambil menonoton film. Suguhan acara televisi
yang sensasional tidaklah merangsang gairah orang untuk membaca, menulis dan
memecahkan soal matematika. Setidak-tidaknya, cukup sulit bagi seseorang untuk
dapat menekuni pelajarannya secara sungguh-sungguh.
Kehadiran
televisi telah membawa perubahan yang signifikan pada corak kehidupan
masyarakat, khususnya bagi anak-anak. Sebelum televisi ada, anak-anak biasanya
rajin membaca Al-Qur’an antara shalat maghrib dan shalat isya secara
berkelompok-kelompok di surau atau di mesjid. Tetapi setelah televisi muncul,
orangtua mereka melihat perubahan yang luar biasa, yaitu mereka cenderung malas
membaca Al-Qur’an dan sering terlambat melaksanakan shalat subuh, bahkan tidak
shalat subuh sama sekali. Ini terjadi karena mereka suka menonton televisi
sampai larut malam, akibatnya membuat mereka lambat bangun pada pagi harinya.
Ciri lainnya
adalah gejala “memadamkan”. Rangsangan televisi selama 10.000 jam menciptakan
pemirsa yang mampu “menolak” masuknya bunyi suara ke pendengaran mereka.
Kemampuan semacam itulah yang mendorong anak-anak untuk mencoba mengerjakan
tugas pekerjaan rumah sambil menonoton film. Suguhan acara televisi yang
sensasional tidaklah merangsang gairah orang untuk membaca, menulis dan
memecahkan soal matematika. Setidak-tidaknya, cukup sulit bagi seseorang untuk
dapat menekuni pelajarannya secara sungguh-sungguh.
Saat ini banyak tayangan televisi Indonesia yang
mengadopsi tayangan luar negeri. Hal ini menyebabkan masuknya budaya barat ke
Indonesia. Yang berakibat lunturnya budaya Indonesia. Ada beberapa dampak
negatif, yang ditimbulkan oleh tayangan televisi terhadap kebudayaan bangsa,
diantaranya adalah :
2.3.1 Hilangnya Budaya Positif.
Dengan adanya televisi, banyak pengaruh negatif yang
mulai masuk dan mungkin dapat menggeser budaya kita. Yudhianta menyatakan
lambat laun budaya ketimuran berubah menjadi budaya ketengahan dan lama – lama
menjadi budaya kebaratan ( 1989 : 73)
Di kota–kota besar, tidak sedikit kita temukan,
budaya – budaya barat menyelinap di kalangan remaja. Dengan mudahnya, budaya
barat masuk dan mengambil alih peran budaya timur. Tidak aneh apabila budaya
barat dengan mudahnya masuk ke Indonesia. Hal ini lah yang menjadi salah satu
faktor penyebab terkikisnya budaya positif bangsa kita.
2.3.2 Rusaknya Moral.
Dengan adanya tayangan televisi yang banyak
menyajikan tayangan yang berbau seksual, adegan-adegan kekerasan, kebencian dan
kejahatan, orang tua dan anak bekerja-sama melakukan kejahatan demi uang,
anak-anak melawan dan memaki orang tua, murid-murid melawan guru yang akibatnya
guru seperti tidak memiliki harga diri lagi di masyarakat, dan kejahatan moral
lainnya memberikan pandangan berbeda kepada pemirsanya. Pada kenyataannya, anak
kecil masih berperilaku imitatif atau meniru. Pola pikir yang masih sederhana,
membuat mereka cenderung menganggap apa yang ditampilkan televisi sesuai dengan
yang sebenarnya. Mereka masih sulit membedakan mana perilaku atau tayangan yang
fiktif dan mana yang memang kisah nyata. Mereka juga masih sulit memilah-milah
perilaku yang baik sesuai dengan nilai dan norma agama dan kepribadian bangsa.
2.3.3 Timbulnya Cultural
Shock.
Meskipun pergaulan dan seks bebas
tidak dilakukan semua pemuda dan pemudi Barat, tetapi bahaya demonstration
effect bisa terjadi, sehingga sementara pemuda-pemudi kita menganggap
berhubungan seks sebelum menikah sebagai hal yang biasa, yang menganggap sebagai
hal yang tabu justru dianggap pandangan yang kuno. Budaya-budaya barat yang
ditayangkan TV akan dapat menimbulkan gegar budaya (cultural shock) terutama
pada remaja dan pemuda yang dibesarkan dalam lingkungan tertutup, dan baru
mengenal nilai-nilai budaya barat, yang sebenarnya bertentangan dengan
nilai-nilai budaya Indonesia.
Perubahan gaya hidup dikalangan
masyarakat tersebut terutama pada umur remaja sangat ditentukan oleh lingkungan
sekitar ataupun rangsangan-rangsangan yang datang dari luar. Program-program
televisi dan media lainnya memainkan peraran yang teramat penting dalam
bagaimana orang memandang dunia mereka sendiri. Pada saat ini, kebanyakan orang
mendapatkan informasi mereka dari sumber-sumber yang bermediasi dibandingkan
dari pengalaman langsung. Oleh kareana itu, sumber-sumber yang bermediasi dapat
membentuk kenyataan seseorang. Setelah kita tahu pengaruh negatif dari televisi
terhadap kebudayaan Indonesia, diharapkan masyarakat Indonesia lebih berhati–hati
dalam memilih tayangan televisi yamg akan ditonton.
Tidak bisa
dipungkiri lagi bahwa sebagian aktifitas dan pandangan kita telah dipengaruhi
oleh berbagai tayangan yang ditampilkan oleh televisi. Banyak tayangan-tayangan
televisi yang bisa memberikan dampak yang tidak baik. Sehingga kehidupan dan
kebudayaan pribumi pun terpengaruhi keasliannya oleh tayangan dari media
televisi. Masyarakat yang tidak bisa memfilter berbagai tayangan dari media
televisi akan dengan mudah menerima budaya yang ditampilkan ditelevisi dan
menerapkannya dalam lingkungan mereka. Mereka bahkan tidak peduli dengan
kepudaran budaya asli mereka.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1. Televisi
merupakan salah satu media untuk mengenal dan mempelajari nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Disamping itu juga terdapat media sosialisasi yang lainnya, seperti
keluarga, teman sepermainan, sekolah dan media massa.
2. Televisi
tidak bisa dipisahkan begitu saja dari kehidupan sehari-hari. Didukung dengan beragam
kemajuan teknologi semakin memudahkan
masyarakat dalam mengakses siaran
televisi, menjadikannya sebagai salah
satu media massa yang paling banyak di akses oleh masyarakat dan berpengaruh terhadap kebudayaan itu sendiri.
3. Televisi
mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam mempengaruhi kebudayaan masyarakat dan
mampu menjangkau daerah-daerah yang jauh secara geografis
4. Televisi
merupakan suatu media yang praktis dan efisien dalam mentransfer berbagai pesan
yang dibawa oleh siaran televisi. Dengan televisi itulah masyarakat akan lebih mengenal berbagai
konsep-konsep ,pengetahuan
baru, informasi
baru yang tentunya dibutuhkan.
3.2
Saran
Mengingat
begitu kuatnya pengaruh televisi maka ada baiknya bila:
1. Tayangan
televisi lebih disesuaikan dengan nilai-nilai budaya bangsa.
2. Tayangan
televisi lebih disesuaikan dalam hal jam tayangannya, dan terdapat segmentasi acara kebudayaan yang tepat.
3. Pemahaman
kita sebagai konsumen tayangan televisi lebih ditingkatkan lagi, sehingga pada akhirnya
kita bisa lebih bijak dalam menanggapi dan
memaknai setiap tayangan televisi.
4. Sebisa
mungkin minimalkan waktu anda dan keluarga untuk menonton televisi dan batasi hanya untuk
program-program tertentu saja.
Daftar
Pustaka
·
http://marisadanbo.blogspot*co*id/2015/03/dampak-menonton-televisi.html?showComment=1454155203900#c2775580157958297155 Diakses pada 23 Januari 2016
·
http://www.kompasiana*com/sahroha.lumbanraja/hilangnya-acara-budaya-lokal-di-televisi_54f5f08da33311f1018b45d1 Diakses pada 23 Januari 2016
·
http://www.tatsachen-ueber-deutschland*de/id/kebudayaan/main-content-09/badan-penyiaran.html Diakses
pada 23 Januari 2016
·
https://books.google*co*id/books?id=RVI9CwAAQBAJ Diakses pada
23 Januari 2016
·
https://pitriyulianti9.wordpress*com/2013/11/11/
dampak-tv-di-era-globalisasi/ Diakses pada 23 Januari 2016
·
http://nirmana.petra*ac*id/index.php/dkv/article/view/18056 Diakses
pada 23 Januari 2016
·
http://karinarisaf.blogspot*co*id/2011/05/kebudayaan.html Diakses
pada 23 Januari 2016
Langganan:
Postingan
(
Atom
)