Senin, 27 Oktober 2014
Laporan Acara Temu Karya Mahasiswa TV & Film 4 ( TKMT 4)
Reviewed by Esemka
Date 10/27/2014 07:01:00 PM
Label:
event
,
laporan
,
tugas
Laporan Acara Temu Karya Mahasiswa TV & Film 4 ( TKMT 4)
“LAPORAN
TKMT 4 (Temu Karya Mahasiswa Televisi
& Film) se-Indonesia”
I.
Latar Belakang
Kebutuhan akan
program televisi dan film yang semakin meningkat. membuat terbukanya peluang
kerja baru dan kemudian dijawab oleh lembaga pendidikan tinggi dengan membuka
program studi pertelevisian. Dimulai dari IKJ, ISI Yogyakarta, ISI Surakarta,
dan ISI Padangpanjang dengan program S1 Televisi, saat ini hampir tidak
terhitung banyaknya lembaga pendidikan yang menawarkan program-program D3 yang
mendukung industri pertelevisian.
Disadari bahwa
konsentrasi dan lokasi sebuah lembaga pendidikan tinggi akan memberikan warna
yang berbeda pada skill dan pendekatan yang dimiliki oleh mahasiswanya.
Keberagaman pendekatan dan gaya yang merupakan kekayaan intelektual tiap
lembaga ini kiranya perlu dibuatkan sebuah wadah komunikasi agar terjadi
interaksi yang pada akhirnya akan menambah dan membuka wawasan bagi mahasiswa.
Sebuah wadah yang memungkinkan agar mahasiswa dapat berbagi dan mampu membuat
aktivitas-aktivitas yang didalamnya mahasiswa dapat berinteraksi sekaligus
menambah wawasan dalam dunia televisi dan film.
II.
Tujuan dan Manfaat
·
Tujuan
:
1.
Menjalin ikatan antara mahasiswa
Televisi dan Film yang ada di Indonesia . baik dari perguruan tinggi negri
maupun swasta
2.
Berbagi dan juga berukar ilmu seputar
Film , dan juga ajang mahasiswa untuk kritis atas dunia perfilmnan di indonesia
·
Manfaat:
1.
Sebagai wadah untuk silaturahmi,
komunikasi, saling berbagi ilmu, pengalaman, dan perkembangan mengenai
karya-karya yang telah dan akan dihasilkan oleh Mahasiswa Jurusan Televisi dan
Film se-Indonesia.
2.
Mengapresiasi perkembangan karya-karya
Mahasiswa Jurusan Televisi dan Film se-Indonesia.
3.
Menambah teman, dan mempererat tali
persaudaraan antar mahasiswa yang berdampak baik terhadap perkembangan
karya-karya televisi dan film pada masing-masing daerah delegasi. Serta meningkatkan
minat bakat para peserta baik umum maupun khususya itu anggota TKMT
III.
Hasil dan Dampak
·
Hasil
1. Menjalin
hubungan kerjasama antar mahasiswa sehingga terciptanya komunitas kreatif dalam
produksi karya.
2. Dapat
berdiskusi dan mengkritisi permasalahan film di tanah air untuk dapat bertukar
pikiran, untuk menambah pengetahuan.
3. Terbentuknya
kerjasama dengan dunia industri agar dapat membangun relasi.
4. Pembuktian
Mahasiswa/I Televisi dan Film yang bertanggung jawab kepada public dengan semua
hasil karya dan dedikasinya terhadap kemajuan dunia pertelevisi dan film di
Indonesia.
·
Dampak
1. Mahasiwa televisi
dan film di indonsia mempuyai UUD
sendiri , dan juga , mempunyai relasi yang baik . serta mahasiwa dapat
berapresiasi karya-karya dari sekolah tinggi seni lain yang selanjutnya
dipertontonkan kepada masyarakat luas dalam ajang pengakuan karya dari tiap
delegasinya.
IV.
Waktu Dan Pelaksanaan
Tanggal : 17-19 Oktober 2014 (ISBI)
20-21Oktober2014(UNPAS)
Tempat : 1. ISBI Bandung, Jl. Buah Batu No.212
Tempat : 1. ISBI Bandung, Jl. Buah Batu No.212
2. Kampus IV Universitas Pasundan, Jl
Setiabudhi No.
193
V.
Bentuk Kegiatan
1.
Pembukaan
Pembukaan
kegiatan Temu Karya Mahasiswa Televisi dan Film dilaksanakan di GOR Patanjala
ISBI Bandung pada tanggal 17 Oktober 2014. Penyambutan delegasi TKMT IV
disambut meriah oleh tuan rumah. Dengan menampilkan tarian khas Jawa Barat dan
diiringi alunan musik bambu khas Jawa Barat. Dilanjutkan sambutan dari rektorat
ISBI Bandung, ketua prodi Televisi dan Film ISBI Bandung, ketua prodi Fotografi
dan Film Universitas Pasundan, Dinas Komunikasi Info Bandung dan ketua
pelaksana acara TKMT 4 di Bandung.
2.
Seminar dan Workshop
Kegiatan
seminar dilaksanakan di GOR Patanjala ISBI Bandung pada tanggal 18 Oktober
2014. Dalam seminar ini diisi oleh 3 pemateri dengan tema Idealist To
Commercial, yaitu:
·
Doni Nur Patria S.
Sos (Corporate Speaker Kompas TV)
Dengan
tema Idealis vs Komersil, yang berisi tentang Indonesia Media Landscape, Debat,
Idealis vs Komersil (Kompas TV dan Program Formulation). Formulasi idealisme
perlu berdamai dengan pasar, karena memerlukan modal dan saling
berkesinambungan (sustainability). Sebuah televisi memerlukan partnership dan tujuan.
Tujuan brand dari Kompas TV adalah memiliki satu tujuan yang lahir dari sebuah
misi, perspektif yang lebih baik dan menginspirasi masyarakat Indonesia dengan
tagline Inspirasi Indonesia. Ide inovasi harus dilakukan dengan riset yang
mendalam. Idealisme itu penting, kreatifitas juga penting dan menjadi populis
juga penting. Melalui kesadaran akan penggunaan frekuensi publik, selalu ada
jalan tengah untuk menyebarkan optisme. Jadi, idealisme itu penting tapi harus
bersifat populis dan menginspirasi.
·
M. Abduh Aziz (Mentor
EAGLE AWARD)
Seorang
kritikus film dan penulis cerita film layar lebar dan dosen di IKJ Pemateri ini
lebih banyak berbagi dengan peserta tentang film yang bersifat idealis namun
tetap komersil.
·
Nia Dinata (Film
Director)
Sutradara
sekaligus penulis skenario yang telah banyak terjun di dunia film dan juga
telahbanyak melahirkan film-film layar lebar. Pemateri menjelaskan dengan tema
“How To Do To Make Documentary/ Fiksi Film”.
3.
Penayangan dan
Diskusi Karya Peserta TKMT IV
Pemutaran karya dilaksanakan
di Kampus IV Universitas Pasundan pada tanggal 20 Oktober 2014 yang telah
diseleksi. Pemutaran karya televisi dan film ini langsung dipresentasikan oleh
pengkarya tentang apa yang terdapat di dalam karya mereka sehingga dijadikan
bahan apresiasi untuk diskusi oleh seluruh peserta kegiatan dan umum. Adapun
judul film-film terbaik yang ditayangkan, yaitu:
1. The
Mute (ISI Surakarta)
2. Bajapuik
(ISI Padangpanjang)
3. SKAK
(AKOM Global Media Bekasi)
4. Welcome
(Institut Kesenian Jakarta)
5. Mengapa
Putih (ISBI Bandung)
6. Irenase
(ISI Jogjakarta)
7. Iris
(Universitas Jember)
8. Ieu
(Universitas Pasundan)
9. Buku
Wisata Jogjakarta (Akademi Teknologi Komunikasi Indonesia)
4.
Pembentukan Federasi Mahasiswa Film
Indonesia
Pembentukan Federasi Mahasiswa Film Indonesia yang
bertujuan membuat organisasi secara legal dan mempersatukan komunikasi antar
Mahasiswa Televisi dan Film di Indonesia dengan keanggotaan yang terdaftar
secara khusus.
5.
Penutupan (Closing
Party)
Penutupan kegiatan
Temu Karya Mahasiswa Televisi dan Film dilaksanakan di Kampus IV Universitas Pasundan pada tanggal 21 Oktober 2014,
diiringi dengan serangkaian pertunjukan seni Mahasiswa/i Universitas Pasundan
dan ISBI Bandung. Lalu diisi dengan beberapa bintang tamu. Ditutup dengan
pengumauman pemenang nominasi film terbaik yang diraih oleh ISI Padangpanjang
(Bajapuik)
VI.
Esensi Film
Judul Film : Mengapa Putih
Produksi : Satu Lensa KMTF, ISBI
Produser : Mety Agni, Rini Nur Mega
Sutradara : Febriandi Dimas Wara
Penulis Naskah : Eka Ayisya
Film
Dokumenter yang mengungkap fakta dan beberapa alasan orang-orang yang tidak
berpartisipasi dalam pemilu (Golput). Setelah menonton film ini saya jadi
mengetahui alasan mereka yang termasuk dalam Golongan Putih, dan setiap
tahunnya, angka pemilih Golput selalu bertambah.
Judul Film : Yang Ketu7uh
Film ini menceritakan euphoria rakyat
Indonesia menyambut pemilu pemilihan Presiden 2014. Merupakan hasil kolaborasi
dari 17 jurnalis video. Dalam film versi hitam putih tersebut dikisahkan
perjalanan pilpres 2014 tidak hanya dari sudut pandang para capres-cawapres,
namun juga bagaimana harapan rakyat biasa terhadap presiden terpilih yang akan
memimpin Indonesia 5 tahun mendatang
VII. Lampiran
Sambutan dari ketua pelaksana TKMT IV Para
Delegasi sedang berlatih bermain Karinding
Closing Party yang bertempat di Kampus IV UNPAS
Diskusi bersama pemateri di GOR Patanjala
Selasa, 14 Oktober 2014
Sumber Ajaran Agama Islam
Reviewed by Esemka
Date 10/14/2014 10:31:00 AM
Label:
Pendidikan agama islam
,
tugas
Sumber Ajaran Agama Islam
Nama : Fathurrahman
Maulana S
NIM : 1455428
SUMBER Ajaran Islam
Sumber ajaran Islam pertama dan kedua (Al-Quran dan
Hadits/As-Sunnah) langsung dari Allah SWT dan Nabi Muhammad Saw. Sedangkan yang
ketiga (ijtihad) merupakan hasil pemikiran umat Islam, yakni para ulama mujtahid (yang berijtihad), dengan
tetap mengacu kepada Al-Quran dan As-Sunnah.
1. Sumber Ajaran Islam: Al-Quran
Secara harfiyah, Al-Quran artinya “bacaan” (qoroa, yaqrou,
quranan), sebagaimana firman Allah dalam Q.S. 75:17-18:
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengum-pulkannya dan ‘membacanya’. Jika Kami telah selesai membacakannya, maka
ikutilah ‘bacaan’ itu”.
Al-Quran adalah kumpulan wahyu atau firman Allah yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, berisi ajaran tentang keimanan
(akidah/tauhid/iman), peribadahan (syariat), dan budi pekerti (akhlak).
Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw, bahkan
terbesar pula dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya. Al-Quran membenarkan
Kitab-Kitab sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkan
sebelumnya.
“Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh
selain Allah. Akan tetapi ia membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan
menjelaskan hukum-hukum yang ditetapkannya. Tidak ada keraguan di dalamnya dari
Tuhan semesta alam” (Q.S. 10:37).
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu
yaitu Al-Quran itulah yang benar, membenarkan kitab-kitab sebelumnya...” (Q.S. 35:31).
Al-Quran dalam wujud sekarang merupakan kodifikasi atau
pembukuan yang dilakukan para sahabat. Pertama kali dilakukan oleh shabat Zaid
bin Tsabit pada masa Khalifah Abu Bakar, lalu pada masa Khalifah Utsman bin
Affan dibentuk panitia ad hoc penyusunan mushaf Al-Quran yang diketuai Zaid.
Karenanya, mushaf Al-Quran yang sekarang disebut pula Mushaf Utsmani.
2. Sumber Ajaran Islam: Hadits/As-Sunnah
Hadits disebut juga As-Sunnah. Sunnah secara bahasa
berarti "adat-istiadat" atau "kebiasaan" (traditions).
Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan, dan penetapan/persetujuan serta
kebiasaan Nabi Muhammad Saw. Penetapan (taqrir) adalah persetujuan atau
diamnya Nabi Saw terhadap perkataan dan perilaku sahabat.
Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam dijelaskan
Al-Quran dan sabda Nabi Muhammad Saw.
“Demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak
beriman sehingga mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara
yang mereka perselisihkan, lalu mereka tidak merasa berat hati terhadap putusan
yang kamu berikan dan mereka menerima sepenuh hati”(Q.S. 4:65).
“Apa yang diberikan Rasul (Muhammad) kepadamu
maka terimalah dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah” (Q.S. 59:7).
“Telah kutinggalkan untuk kalian dua
perkara yang (selama kalian berpegang teguh dengan keduanya) kalian tidak akan
tersesat, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah-ku.” (HR. Hakim dan
Daruquthni).
“Berpegangteguhlah kalian kepada Sunnahku
dan kepada Sunnah Khulafaur Rasyidin setelahku”(H.R. Abu Daud).
Sunnah merupakan “penafsir” sekaligus “juklak” (petunjuk
pelaksanaan) Al-Quran. Sebagai contoh, Al-Quran menegaskan tentang kewajiban
shalat dan berbicara tentang ruku’ dan sujud. Sunnah atau Hadits Rasulullah-lah
yang memberikan contoh langsung bagaimana shalat itu dijalankan, mulai
takbiratul ihram (bacaan “Allahu Akbar” sebagai pembuka shalat), doa iftitah,
bacaan Al-Fatihah, gerakan ruku, sujud, hingga bacaan tahiyat dan salam.
Ketika Nabi Muhammad Saw masih hidup, beliau melarang para
sahabatnya menuliskan apa yang dikatakannya. Kebijakan itu dilakukan agar
ucapan-ucapannya tidak bercampur-baur dengan wahyu (Al-Quran). Karenanya,
seluruh Hadits waktu itu hanya berada dalam ingatan atau hapalan para sahabat.
Kodifikasi Hadits dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Abdul
Aziz (100 H/718 M), lalu disempurnakan sistematikanya pada masa Khalifah
Al-Mansur (136 H/174 M). Para ulama waktu itu mulai menyusun kitab Hadits, di
antaranya Imam Malik di Madinah dengan kitabnya Al-Mutwaththa, Imam Abu
Hanifah menulis Al-Fqhi, serta Imam Syafi’i menulis Ikhtilaful Hadits, Al-Um,
dan As-Sunnah.
Berikutnya muncul Imam Ahmad dengan Musnad-nya yang berisi
40.000 Hadits. Ulama Hadits terkenal yang diakui kebenarannya hingga kini
adalah Imam Bukhari (194 H/256 M) dengan kitabnya Shahih Bukhari dan Imam
Muslim (206 H/261 M) dengan kitabnya Shahih Muslim. Kedua kitab Hadits itu
menjadi rujukan utama umat Islam hingga kini. Imam Bukhari berhasil
mengumpulkan sebanyak 600.000 hadits yang kemudian diseleksinya. Imam Muslim
mengumpulkan 300.000 hadits yang kemudian diseleksinya.
Ulama Hadits lainnya yang terkenal adalah Imam Nasa'i yang
menuangkan koleksi haditsnya dalam Kitab Nasa'i, Imam Tirmidzi dalam Shahih
Tirmidzi, Imam Abu Daud dalam Sunan Abu Daud, Imam Ibnu Majah dalam Kitab Ibnu
Majah, Imam Baihaqi dalam Sunan Baihaqi dan Syu'bul Imam, dan Imam Daruquthni
dalam Sunan Daruquthni.
3. Sumber Ajaran Islam: Ijtihad
Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum
atas suatu masalah yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan
As-Sunnah. Pelakunya disebut Mujtahid.
Kedudukan Ijtihad sebagai sumber hukum atau ajaran Islam ketiga
setelah Al-Quran dan As-Sunnah, diindikasikan oleh sebuah Hadits (Riwayat
Tirmidzi dan Abu Daud) yang berisi dialog atau tanya jawab antara Nabi Muhammad
Saw dan Mu’adz bin Jabal yang diangkat sebagai Gubernur Yaman.
“Bagaimana memutuskan perkara yang dibawa orang kepada Anda?”
“Hamba akan memutuskan menurut Kitabullah (Al-Quran.”
“Dan jika di dalam Kitabullah Anda tidak menemukan sesuatu
mengenai soal itu?”
“Jika begitu, hamba akan memutuskannya menurut Sunnah
Rasulillah.”
“Dan jika Anda tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu dalam
Sunnah Rasulullah?”
“Hamba akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri
(Ijtihadu bi ra’yi) tanpa bimbang sedikit pun.”
“Segala puji bagi Allah yang telah menyebabkan utusan Rasulnya
menyenangkan hati Rasulullah!”
Hadits tersebut diperkuat sebuah fragmen peristiwa yang terjadi
saat-saat Nabi Muhammad Saw menghadapi akhir hayatnya. Ketika itu terjadi
dialog antara seorang sahabat dengan Nabi Muhammad Saw.
“Ya Rasulallah! Anda sakit. Anda mungkin akan wafat. Bagaimana
kami jadinya?”
“Kamu punya Al-Quran!”
“Ya Rasulallah! Tetapi walaupun dengan Kitab yang membawa
penerangan dan petunjuk tidak menyesatkan itu di hadapan kami, sering kami
harus meminta nasihat, petunjuk, dan ajaran, dan jika Anda telah pergi dari kami,
Ya Rasulallah, siapakah yang akan menjadi petunjuk kami?”
“Berbuatlah seperti aku berbuat dan seperti aku katakan!”
“Tetapi Rasulullah, setelah Anda pergi peristiwa-peristiwa baru
mungkin timbul yang tidak dapat timbul selama hidup Anda. Kalau demikian, apa
yang harus kami lakukan dan apa yang harus dilakukan orang-orang sesudah kami?”
“Allah telah memberikan kesadaran kepada setiap manusia sebagai
alat setiap orang dan akal sebagai petunjuk. Maka gunakanlah keduanya dan
tinjaulah sesuatu dan rahmat Allah akan selalu membimbing kamu ke jalan yang
lurus!”
Ijtihad adalah “sarana ilmiah” untuk menetapkan hukum sebuah
perkara yang tidak secara tegas ditetapkan Al-Quran dan As-Sunnah.
Pada dasarnya, semua umat Islam berhak melakukan Ijtihad,
sepanjang ia menguasai Al-Quran, As-Sunnah, sejarah Islam, juga berakhlak
baik dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Lazimnya, Mujtahid adalah para ulama yang integritas keilmuan
dan akhlaknya diakui umat Islam. Hasil Ijtihad mereka dikenal sebagai fatwa.
Jika Ijtihad dilakukan secara bersama-sama atau kolektif, maka hasilnya disebut Ijma’ atau kesepakatan. Wallahu a'lam.
(www.risalahislam.com).***
Sabtu, 11 Oktober 2014
Analisis film dokumenter “BULLYING”
Reviewed by Esemka
Date 10/11/2014 08:57:00 AM
Label:
analisis
Analisis film dokumenter “BULLYING”
Nama : Fathurrahman Maulana S
NIM : 1455428
Analisis film dokumenter “BULLYING”
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang berarti mengenai bagaimana
tindakan dan juga mempelajari mengenai prilaku social masyarakat. Bila kita
hubungkan dengan film documenter ini yang membahas tentang fenomena bullying pada masyarakat sekitar
khususnya tingkat pelajar, maka kita akan menemukan hubungan antar kelompok
dengan individu yaitu si korban dan para pelaku bullying itu sendiri. Pada akhirnya tindakan yang dilakukan oleh
para pelaku bullying tersebut
mengakibat kan efek kepada korban itu sendiri ,bagaimana korban itu menindak
lanjuti tindakan yang dilakukan kepadanya apakah ia akan membalasnya atau
mungkin ia hanya bias pasrah dan menerima tindakan yang dilakukan kepada
dirinya.
Selasa, 07 Oktober 2014
Akidah, Syariah & Akhlak
Reviewed by Esemka
Date 10/07/2014 10:43:00 AM
Label:
materi
,
Pendidikan agama islam
,
tugas
Akidah, Syariah & Akhlak
AKIDAH, SYARIAH, DAN AKHLAK
A. Akidah
Akidah adalah bentuk
jamak dari kata ‘Aqaid, yaitu beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya
oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak
tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan. Akidah adalah sejumlah kebenaran
yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan akal wahyu (yang di
dengar dan fitrah) . Kebanaran itu di kuatkan dalam hati, dan ditolak segala
sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Secara ringkas akidah adalah
ketentuan atau ketetapan Allah yang fitrah yang selalu bersandar kepada
kebenaran (hak), sah selamanya tidak pernah berubah dan selalu terikat dalam
hati. Misalnya, keyakinan manusia akan wujud (adanya) sang pencipta,kekayaan
maupun ilmu yang dimilikinya.
Firman Allah :
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari
Allah kitab yang menerangkan dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang
yang mengikuti keridhoannya dengan jalankeselamatan, dengankitab itu pula Allah
mengeluarkan orang – orang itu dari gelap- gulita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seijinnya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”
Firman Allah yang artinya :
“Dan orang – orang yang telah diberi ilmu meyakini
bahwasanya Al-Quran itulah yang hak dari tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk
hati mereka kepadanya dan sesunnguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi
orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus”.(Q.S. Al-Haj,22: 54).
A. Syariat
Syari’at merupakan
ajaran Islam yang berhubungan dengan perbuatan dan tindak-tandak manusia.
Secara garis besar syari’at menghimpun urusan-urusan ritual ibadah dan semua
pola hubungan manusia baik itu dengan dirinya sendiri, sesama maupun
lingkungannya.
B. Akhlak
a. Pengerian Akhlak
Akhlak adalah sifat
manusia (baik ataupun buruk) yang akan muncul pengaruhnya dalam kehidupannya.
Dalam prakteknya akhlak bisa dikatakan buah atau hasil dari akidah yang kuat
dan syari’at yang benar, dan itulah tujuan akhir dari ajaran Islam ini,
sebagaimana sabda Rasul SAW: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak manusia”.
Karena sumber agama
adalah Allah SWT, maka untuk menjelaskan itu semua diutuslah para nabi dan
rasul. Semua rasul tersebut diajarkan melalui wahyu-Nya tentang aqidah yang
bernar, yang tidak pernah berubah sepanjang sejarah meskipun berganti rasul dan
nabi yang diutus-Nya. Hal inilah yang dimaksudkan Allah SWT dalam firmannya QS:
Asy-Syura ayat 13,
“Dia Telah
mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang Telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang Telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah belah tentangnya…”
Artinya, secara akidah
risalah para rasul dan nabi tidak ada perbedaan, apa yang diturunkan kepada
Nabi Nuh a.s, Ibrahim a.s, Musa a.s, Isa a.s dan nabi-nabi lainnya tidak
berbeda dengan apa yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW dari sisi akidah,
yaitu keyakinan dan iman kepada Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan Pencipta
dan Pengatur segala. Inilah dia dasar agama samawi yang sesungguhnya dan dengan
inilah umat manusia sejak zaman Nabi Adam a.s sampai akhir zaman mesti bersatu…
“Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah
tentangnya..!”
Sedangkan yang
berhubungan dengan syari’at, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan amal,
perbuatan dan perilaku manusia, disinilah letak sebagian besar perbedaan
antara agama-agama samawi, karena setiap umat dan rasul memiliki syari’at dan
kondisi yang berbeda-beda sebagaimana firman Allah:
“Untuk tiap-tiap umat Kami berikan aturan (syari’at)
dan jalan yang terang (minhaj). sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu.” (QS Al-Maidah: 48)
Demikianlah Allah menjadikan
syari’at tiap umat berbeda, sesuai dengan kondisi dan tabiat masing-masing.
Ssyari’at yang berbeda-beda itu terus berkembang dan berubah sampai menemui
titik puncak kesempurnaannya pada syari’at Islam, yang selamanya bisa berlaku
dan sesuai dengan perkembangan dan perbedaan tabiat manusia sampai akhir zaman,
karena
syari’at Islam adalah
syari’at yang mudah dipelajari dan menjadikan kemaslahatan umat manusia sebagai
salah satu asasnya.
Dengan demikian
syari’at dapat menerima pergantian, perubahan dan penghapusan, seperti syari’at
Nabi Musa a.s yang dihapus dan diganti dengan datangnya syari’at Nabi Isa a.s,
namun lain halnya dengan akidah, ia sebaliknya tidak bisa berganti danberubah
karena ia adalah sesuatu yang asasi dan titik temu antar generasi umat manusia.[2]
Sedang masalah
moralitas dan akhlak (etika) juga sebagai sisi penting yang memberikan
keseimbangan bagi seorang muslim sejati.
Sebagai buah dari syari’at
dan akidah yang baik, menjadikan akhlak dalam Islam menyentuh semua lini,
mulai dari lini hubungan manusia dengan dirinya, dengan sesama manusia, dengan
lingkungan bahkan hubungan manusia dengan Tuhannya. Semuanya mestilah
mendapatkan percikan nilai-nilai akhlak dan moralitas.
Dan bisa dikatakan
juga akidah seseorang tidak sempurna jika tidak dibarengi dengan akhlak,
seperti akhlak kepada Allah, Rasul-Nya dan sebagainya dalam hal akidah,
bagaimana mungkin seseorang bisa dikatakan berislam dengan baik jika ia
menghina Tuhannya sendiri, mengejek dan menyematkan icon-icon yang menjatuhkan
kemuliaan Rasulnya?.
Demikian juga
syari’at, mesti juga diiringi dengan akhlak dan moral, tidak perlu mengambil
contoh jauh, shalat saja terang-terangan salah satu tujuannya adalah untuk
menghindarkan manusia dari sifat keji dan mungkar yang sekaligus menjelaskan
sisi moralitas dari ibadah dalam Islam,
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar”. (QS. Al-Ankabut: 45).
Dalam kehidupan
sehari-hari, manusia dihadapkan pada tiga hubungan yang mengharuskannya untuk
berbuat sesuatu. Yaitu hubungan manusia dengan Allah SWT ( ibadah ), hubungan
manusia dengan sesama manusia ( muamalah dan uqubat ) dan hubungan manusia
dengan dirinya sendiri ( akhlak, makanan, minuman, pakaian, dan lain-lain
). Ketiga hubungan tadi mengharuskan kita untuk menentukan sikap yang
harus diambil sesuai dengan pemikirannya, dan termasuk akhlak.
Dalam perspektif
Islam, akhlak merupakan bagian dari syariat Islam. Dalam syariat Islam akhlak
tidak menjadi bagian khusus yang terpisah, bahkan dalam fikih tidak dibuat satu
bab pun yang khusus membahas akhlak.
a. Fungsi Akhlak
Berdasarkan fungsinya,
akhlak merupakan pemenuhan terhadap perintah Allah atau menjauhi larangan-Nya,
bukan karena akhlak ini membawa manfaat atau madlarat dalam kehidupan. Walhasil
akhlak tidak dapat dijadikan dasar bagi terbentuknya suatu masyarakat. Akhlak
adalah salah satu dasar bagi pembentukan individu. Masyarakat tidak dapat
dipebaiki dengan akhlak, melainkan dengan dibentuknya pemikiran-pemikiran,
perasaan-perasaan Islami, serta diterapkannya peraturan Islam di tengah-tengah
masyarakat itu. Yang menggerakkan masyarakat bukanlah akhlak, melainkan
peraturan-peraturan yang diterapkan
di tengah-tengah
masyarakat itu, pemikiran-pemikiran, dan perasaan yang melekat pada masyarakat
tersebut.
Untuk menilai baik
buruknya suatu akhlak, bisa ditinjau dari dua pendekatan yang paling banyak
dilakukan, yaitu kebenaran relative dan kebenaran mutlak. Dalam pendekatan
kebenaran relative, nilai sebuah akhlak menjadi relative karena disandarkan
pada penilaian subjektif manusia. Akhlak yang dianggap baik oleh masyarakat di
suatu tempat belum tentu baik bagi masyarakat di tempat lain, misalnya bagi
orang-orang barat bergaul bebas antara lawan jenis bukan hal yang tabu tapi
bagi orang-orang islam yang taat hal seperti itu tentunya sangat dilarang.
Semua tergantung dari pemahaman manusia tentang perbuatan yang dilakukan dan
kebiasaan atau kebudayaan yang ada di suatu tempat. Dalam pendekatan kebenaran
mutlak hanya ada satu sudut pandang yang menyatakan akhlak itu baik atau buruk.
Tidak ada perdebatan diantaranya karena sumber dari penetapan baik dan buruk
itu bersifat pasti. Perintah dan larangan Allah SWT yang terdapat dalam al
Quran merupakan parameter penentu baik buruknya suatu akhlak tanpa
memperhatikan apakah perasaan manusia menganggapnya baik atau buruk. Dari kedua
pendekatan diatas, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa penilaian sebuah
ahlak hendaklah disandarkan pada kebenaran mutlak yang terdapat dalam Al-Quran.
Selain itu, akhlak yang biasa kita kategorikan sebagai akhlak yang baik seperti
jujur, sopan, ramah, dan lain-lain bisa saja menjadi akhlak yang buruk jika hal
itu bertentangan dengan perintah dan larangan Allah SWT. Misalnya, jujur kepada
musuh saat perang sangat tidak diperbolehkan karena dapat merugikan. Pada
konteks ini jujur termasuk akhlak yang tercela karena bisa membocorkan rahasia
Negara atau saat perang kita bersikap lemah lembut terhadap musuh, hal itu
tidak diperbolehkan karena sudah menjadi kewajiban kita untuk mengalahkan musuh
saat terjadi peperangan.
Dalam membangun sebuah
masyarakat, akhlak sering dijadikan sebagai fokus utama untuk merekonstruksi
sebuah masyarakat. Hal ini tentu saja sangat keliru mengingat akhlak adalah
dasar bagi pembentukan individu. Jika kita menitiberatkan dakwah kita pada
akhlak, maka yang timbul adalah pengkultusan pada tokoh tertentu tanpa
mengetahui sebabnya kenapa harus berbuat seperti itu. Untuk merekonstruksi
sebuah masyarakat hendaklah berdakwah yang berlandaskan pada pemikiran, karena
dengan pemikiran suatu masyarakat akan bisa bangkit dari keterpurukan menuju
keadaan yang lebih baik. Walaupun demikian, pembinaan akhlak tidak boleh
dikesampingkan. Semua harus berjalan beriringan sehingga mengkasilkan output
yang baik bagi dakwah kita. Tinggal bagaimana kita menentukan fokus yang akan
kita ambil, apakah ingin menitiberatkan pembentukan karakter dengan akhlak atau
pembentukan system yang berlandaskan pada dakwah pemikiran sebagai sarana untuk
menegakan hukum. Semua itu tergantung pada analisis kondisi objek yang akan
kita ubah. Dengan demikian kita bisa menentukan strategi yang cocok untuk
merubah masyarakat menjadi lebih baik lagi.
Muslim yang baik adalah orang yang memiliki aqidah yang kurus dan kuat
mendorongnya untuk melaksanakan syariah yang hanya ditujukan kepada Allah
sehinngga tergambar akhlak yang terpuji bagi dirinya. Atas dasar hubungan itu,
maka seseorang yang melakukan suatu pernuatan baik ,tetapi tidak dilandasi oleh
aqidah dan keimanan, maka orang itu termasuk dalam kategori kafir. Seseorang
yang mengaku beraqidah atau beriman, tetapi tidak mau melaksanakan syariah,
maka orang itu di sebut fasik. Sedangkan orang yang mengaku beriman dan
melaksanakan syariah tetapi dengan landasan aqidah yang lurus disebut munafik.
Aqidah, syariah dan akhlak dalam Al-Quran disebut amal saleh.Iman menunjukkan
makna aqidah, sedangkan amal saleh menunjukkan pengertian syariah dan akhlak.
Seseorang yang melakukan perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi aqidah, maka
perbuatannya hanya di kategorikan sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik adalah
perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, tetapi belum tentu benar
di pandangan Allah. Sedangakan perbuatan baik yang di dorong oleh keimanan
terhadap Allah sebagai wujud pelaksanaan syariah disebut amal saleh. Karena itu
di dalam Al-Quran kata amal saleh selalu di awali dengan kata iman. Antara lain
firman Allah dalam surah (An-Nur, 24 : 55) “Allah menjanjikan bagi orang-orang
yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal saleh menjadi pemimpin di bumi
sebagaimana ia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka (kaum muslimin
dahulu) sebagai pemimpin; dan mengokohkan bagi mereka agama mereka yang ia
ridhai bagi mereka, dan menggantikan mereka dari rasa takut mereka (dengan rasa
tenang). Mereka menyembah hanya kepadaku, mereka tidakmenserikatkan Aku dengan
suatu apapun. Dan barang siapa ingkar setelah itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik.
Jadi demikianlah
universalitas dan jalan kesempurnaan yang diajarkan Islam, yaitu jalan yang
menyeimbangkan antara Akidah, Syari’at dan Akhlak.
INTISARI
1. Akidah itu konsep keimanan/keyakinan akan Tuhan dan Hari Kemudian, dalam Islam contohnya tauhid (monotheisme "satu Tuhan saja" bukan satu "ketuhanan" misalnya).
2. Syariah itu hukum yang diturunkan dari wahyu Ilahi, contohnya dalam Islam dari Al-Quran (wahyu Allah Swt) dan Sunnah (ucapan, tindakan, persetujuan Rasululullah saw yang diilhami wahyu Ilahi).
3. Akhlak itu etika, yakni penjelmaan praktis iman dan sekaligus semangat di balik syariah, misalnya tashawuf dalam Islam. Tanpa akhlak iman sekadar hiasan bibir, dan tanpa akhlak syariah sekadar hukuman dan bukan hukum yang berasaskan keadilan (aspek terpenting dalam relasi sosial dalam Islam).
1. Akidah itu konsep keimanan/keyakinan akan Tuhan dan Hari Kemudian, dalam Islam contohnya tauhid (monotheisme "satu Tuhan saja" bukan satu "ketuhanan" misalnya).
2. Syariah itu hukum yang diturunkan dari wahyu Ilahi, contohnya dalam Islam dari Al-Quran (wahyu Allah Swt) dan Sunnah (ucapan, tindakan, persetujuan Rasululullah saw yang diilhami wahyu Ilahi).
3. Akhlak itu etika, yakni penjelmaan praktis iman dan sekaligus semangat di balik syariah, misalnya tashawuf dalam Islam. Tanpa akhlak iman sekadar hiasan bibir, dan tanpa akhlak syariah sekadar hukuman dan bukan hukum yang berasaskan keadilan (aspek terpenting dalam relasi sosial dalam Islam).
Langganan:
Postingan
(
Atom
)