Selasa, 07 Oktober 2014
Akidah, Syariah & Akhlak
Reviewed by Esemka
Date 10/07/2014 10:43:00 AM
Label:
materi
,
Pendidikan agama islam
,
tugas
Akidah, Syariah & Akhlak
Posted by
Esemka
di
10/07/2014 10:43:00 AM
AKIDAH, SYARIAH, DAN AKHLAK
A. Akidah
Akidah adalah bentuk
jamak dari kata ‘Aqaid, yaitu beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya
oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak
tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan. Akidah adalah sejumlah kebenaran
yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan akal wahyu (yang di
dengar dan fitrah) . Kebanaran itu di kuatkan dalam hati, dan ditolak segala
sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Secara ringkas akidah adalah
ketentuan atau ketetapan Allah yang fitrah yang selalu bersandar kepada
kebenaran (hak), sah selamanya tidak pernah berubah dan selalu terikat dalam
hati. Misalnya, keyakinan manusia akan wujud (adanya) sang pencipta,kekayaan
maupun ilmu yang dimilikinya.
Firman Allah :
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari
Allah kitab yang menerangkan dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang
yang mengikuti keridhoannya dengan jalankeselamatan, dengankitab itu pula Allah
mengeluarkan orang – orang itu dari gelap- gulita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seijinnya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”
Firman Allah yang artinya :
“Dan orang – orang yang telah diberi ilmu meyakini
bahwasanya Al-Quran itulah yang hak dari tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk
hati mereka kepadanya dan sesunnguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi
orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus”.(Q.S. Al-Haj,22: 54).
A. Syariat
Syari’at merupakan
ajaran Islam yang berhubungan dengan perbuatan dan tindak-tandak manusia.
Secara garis besar syari’at menghimpun urusan-urusan ritual ibadah dan semua
pola hubungan manusia baik itu dengan dirinya sendiri, sesama maupun
lingkungannya.
B. Akhlak
a. Pengerian Akhlak
Akhlak adalah sifat
manusia (baik ataupun buruk) yang akan muncul pengaruhnya dalam kehidupannya.
Dalam prakteknya akhlak bisa dikatakan buah atau hasil dari akidah yang kuat
dan syari’at yang benar, dan itulah tujuan akhir dari ajaran Islam ini,
sebagaimana sabda Rasul SAW: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak manusia”.
Karena sumber agama
adalah Allah SWT, maka untuk menjelaskan itu semua diutuslah para nabi dan
rasul. Semua rasul tersebut diajarkan melalui wahyu-Nya tentang aqidah yang
bernar, yang tidak pernah berubah sepanjang sejarah meskipun berganti rasul dan
nabi yang diutus-Nya. Hal inilah yang dimaksudkan Allah SWT dalam firmannya QS:
Asy-Syura ayat 13,
“Dia Telah
mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang Telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang Telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah belah tentangnya…”
Artinya, secara akidah
risalah para rasul dan nabi tidak ada perbedaan, apa yang diturunkan kepada
Nabi Nuh a.s, Ibrahim a.s, Musa a.s, Isa a.s dan nabi-nabi lainnya tidak
berbeda dengan apa yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW dari sisi akidah,
yaitu keyakinan dan iman kepada Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan Pencipta
dan Pengatur segala. Inilah dia dasar agama samawi yang sesungguhnya dan dengan
inilah umat manusia sejak zaman Nabi Adam a.s sampai akhir zaman mesti bersatu…
“Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah
tentangnya..!”
Sedangkan yang
berhubungan dengan syari’at, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan amal,
perbuatan dan perilaku manusia, disinilah letak sebagian besar perbedaan
antara agama-agama samawi, karena setiap umat dan rasul memiliki syari’at dan
kondisi yang berbeda-beda sebagaimana firman Allah:
“Untuk tiap-tiap umat Kami berikan aturan (syari’at)
dan jalan yang terang (minhaj). sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu.” (QS Al-Maidah: 48)
Demikianlah Allah menjadikan
syari’at tiap umat berbeda, sesuai dengan kondisi dan tabiat masing-masing.
Ssyari’at yang berbeda-beda itu terus berkembang dan berubah sampai menemui
titik puncak kesempurnaannya pada syari’at Islam, yang selamanya bisa berlaku
dan sesuai dengan perkembangan dan perbedaan tabiat manusia sampai akhir zaman,
karena
syari’at Islam adalah
syari’at yang mudah dipelajari dan menjadikan kemaslahatan umat manusia sebagai
salah satu asasnya.
Dengan demikian
syari’at dapat menerima pergantian, perubahan dan penghapusan, seperti syari’at
Nabi Musa a.s yang dihapus dan diganti dengan datangnya syari’at Nabi Isa a.s,
namun lain halnya dengan akidah, ia sebaliknya tidak bisa berganti danberubah
karena ia adalah sesuatu yang asasi dan titik temu antar generasi umat manusia.[2]
Sedang masalah
moralitas dan akhlak (etika) juga sebagai sisi penting yang memberikan
keseimbangan bagi seorang muslim sejati.
Sebagai buah dari syari’at
dan akidah yang baik, menjadikan akhlak dalam Islam menyentuh semua lini,
mulai dari lini hubungan manusia dengan dirinya, dengan sesama manusia, dengan
lingkungan bahkan hubungan manusia dengan Tuhannya. Semuanya mestilah
mendapatkan percikan nilai-nilai akhlak dan moralitas.
Dan bisa dikatakan
juga akidah seseorang tidak sempurna jika tidak dibarengi dengan akhlak,
seperti akhlak kepada Allah, Rasul-Nya dan sebagainya dalam hal akidah,
bagaimana mungkin seseorang bisa dikatakan berislam dengan baik jika ia
menghina Tuhannya sendiri, mengejek dan menyematkan icon-icon yang menjatuhkan
kemuliaan Rasulnya?.
Demikian juga
syari’at, mesti juga diiringi dengan akhlak dan moral, tidak perlu mengambil
contoh jauh, shalat saja terang-terangan salah satu tujuannya adalah untuk
menghindarkan manusia dari sifat keji dan mungkar yang sekaligus menjelaskan
sisi moralitas dari ibadah dalam Islam,
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar”. (QS. Al-Ankabut: 45).
Dalam kehidupan
sehari-hari, manusia dihadapkan pada tiga hubungan yang mengharuskannya untuk
berbuat sesuatu. Yaitu hubungan manusia dengan Allah SWT ( ibadah ), hubungan
manusia dengan sesama manusia ( muamalah dan uqubat ) dan hubungan manusia
dengan dirinya sendiri ( akhlak, makanan, minuman, pakaian, dan lain-lain
). Ketiga hubungan tadi mengharuskan kita untuk menentukan sikap yang
harus diambil sesuai dengan pemikirannya, dan termasuk akhlak.
Dalam perspektif
Islam, akhlak merupakan bagian dari syariat Islam. Dalam syariat Islam akhlak
tidak menjadi bagian khusus yang terpisah, bahkan dalam fikih tidak dibuat satu
bab pun yang khusus membahas akhlak.
a. Fungsi Akhlak
Berdasarkan fungsinya,
akhlak merupakan pemenuhan terhadap perintah Allah atau menjauhi larangan-Nya,
bukan karena akhlak ini membawa manfaat atau madlarat dalam kehidupan. Walhasil
akhlak tidak dapat dijadikan dasar bagi terbentuknya suatu masyarakat. Akhlak
adalah salah satu dasar bagi pembentukan individu. Masyarakat tidak dapat
dipebaiki dengan akhlak, melainkan dengan dibentuknya pemikiran-pemikiran,
perasaan-perasaan Islami, serta diterapkannya peraturan Islam di tengah-tengah
masyarakat itu. Yang menggerakkan masyarakat bukanlah akhlak, melainkan
peraturan-peraturan yang diterapkan
di tengah-tengah
masyarakat itu, pemikiran-pemikiran, dan perasaan yang melekat pada masyarakat
tersebut.
Untuk menilai baik
buruknya suatu akhlak, bisa ditinjau dari dua pendekatan yang paling banyak
dilakukan, yaitu kebenaran relative dan kebenaran mutlak. Dalam pendekatan
kebenaran relative, nilai sebuah akhlak menjadi relative karena disandarkan
pada penilaian subjektif manusia. Akhlak yang dianggap baik oleh masyarakat di
suatu tempat belum tentu baik bagi masyarakat di tempat lain, misalnya bagi
orang-orang barat bergaul bebas antara lawan jenis bukan hal yang tabu tapi
bagi orang-orang islam yang taat hal seperti itu tentunya sangat dilarang.
Semua tergantung dari pemahaman manusia tentang perbuatan yang dilakukan dan
kebiasaan atau kebudayaan yang ada di suatu tempat. Dalam pendekatan kebenaran
mutlak hanya ada satu sudut pandang yang menyatakan akhlak itu baik atau buruk.
Tidak ada perdebatan diantaranya karena sumber dari penetapan baik dan buruk
itu bersifat pasti. Perintah dan larangan Allah SWT yang terdapat dalam al
Quran merupakan parameter penentu baik buruknya suatu akhlak tanpa
memperhatikan apakah perasaan manusia menganggapnya baik atau buruk. Dari kedua
pendekatan diatas, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa penilaian sebuah
ahlak hendaklah disandarkan pada kebenaran mutlak yang terdapat dalam Al-Quran.
Selain itu, akhlak yang biasa kita kategorikan sebagai akhlak yang baik seperti
jujur, sopan, ramah, dan lain-lain bisa saja menjadi akhlak yang buruk jika hal
itu bertentangan dengan perintah dan larangan Allah SWT. Misalnya, jujur kepada
musuh saat perang sangat tidak diperbolehkan karena dapat merugikan. Pada
konteks ini jujur termasuk akhlak yang tercela karena bisa membocorkan rahasia
Negara atau saat perang kita bersikap lemah lembut terhadap musuh, hal itu
tidak diperbolehkan karena sudah menjadi kewajiban kita untuk mengalahkan musuh
saat terjadi peperangan.
Dalam membangun sebuah
masyarakat, akhlak sering dijadikan sebagai fokus utama untuk merekonstruksi
sebuah masyarakat. Hal ini tentu saja sangat keliru mengingat akhlak adalah
dasar bagi pembentukan individu. Jika kita menitiberatkan dakwah kita pada
akhlak, maka yang timbul adalah pengkultusan pada tokoh tertentu tanpa
mengetahui sebabnya kenapa harus berbuat seperti itu. Untuk merekonstruksi
sebuah masyarakat hendaklah berdakwah yang berlandaskan pada pemikiran, karena
dengan pemikiran suatu masyarakat akan bisa bangkit dari keterpurukan menuju
keadaan yang lebih baik. Walaupun demikian, pembinaan akhlak tidak boleh
dikesampingkan. Semua harus berjalan beriringan sehingga mengkasilkan output
yang baik bagi dakwah kita. Tinggal bagaimana kita menentukan fokus yang akan
kita ambil, apakah ingin menitiberatkan pembentukan karakter dengan akhlak atau
pembentukan system yang berlandaskan pada dakwah pemikiran sebagai sarana untuk
menegakan hukum. Semua itu tergantung pada analisis kondisi objek yang akan
kita ubah. Dengan demikian kita bisa menentukan strategi yang cocok untuk
merubah masyarakat menjadi lebih baik lagi.
Muslim yang baik adalah orang yang memiliki aqidah yang kurus dan kuat
mendorongnya untuk melaksanakan syariah yang hanya ditujukan kepada Allah
sehinngga tergambar akhlak yang terpuji bagi dirinya. Atas dasar hubungan itu,
maka seseorang yang melakukan suatu pernuatan baik ,tetapi tidak dilandasi oleh
aqidah dan keimanan, maka orang itu termasuk dalam kategori kafir. Seseorang
yang mengaku beraqidah atau beriman, tetapi tidak mau melaksanakan syariah,
maka orang itu di sebut fasik. Sedangkan orang yang mengaku beriman dan
melaksanakan syariah tetapi dengan landasan aqidah yang lurus disebut munafik.
Aqidah, syariah dan akhlak dalam Al-Quran disebut amal saleh.Iman menunjukkan
makna aqidah, sedangkan amal saleh menunjukkan pengertian syariah dan akhlak.
Seseorang yang melakukan perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi aqidah, maka
perbuatannya hanya di kategorikan sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik adalah
perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, tetapi belum tentu benar
di pandangan Allah. Sedangakan perbuatan baik yang di dorong oleh keimanan
terhadap Allah sebagai wujud pelaksanaan syariah disebut amal saleh. Karena itu
di dalam Al-Quran kata amal saleh selalu di awali dengan kata iman. Antara lain
firman Allah dalam surah (An-Nur, 24 : 55) “Allah menjanjikan bagi orang-orang
yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal saleh menjadi pemimpin di bumi
sebagaimana ia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka (kaum muslimin
dahulu) sebagai pemimpin; dan mengokohkan bagi mereka agama mereka yang ia
ridhai bagi mereka, dan menggantikan mereka dari rasa takut mereka (dengan rasa
tenang). Mereka menyembah hanya kepadaku, mereka tidakmenserikatkan Aku dengan
suatu apapun. Dan barang siapa ingkar setelah itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik.
Jadi demikianlah
universalitas dan jalan kesempurnaan yang diajarkan Islam, yaitu jalan yang
menyeimbangkan antara Akidah, Syari’at dan Akhlak.
INTISARI
1. Akidah itu konsep keimanan/keyakinan akan Tuhan dan Hari Kemudian, dalam Islam contohnya tauhid (monotheisme "satu Tuhan saja" bukan satu "ketuhanan" misalnya).
2. Syariah itu hukum yang diturunkan dari wahyu Ilahi, contohnya dalam Islam dari Al-Quran (wahyu Allah Swt) dan Sunnah (ucapan, tindakan, persetujuan Rasululullah saw yang diilhami wahyu Ilahi).
3. Akhlak itu etika, yakni penjelmaan praktis iman dan sekaligus semangat di balik syariah, misalnya tashawuf dalam Islam. Tanpa akhlak iman sekadar hiasan bibir, dan tanpa akhlak syariah sekadar hukuman dan bukan hukum yang berasaskan keadilan (aspek terpenting dalam relasi sosial dalam Islam).
1. Akidah itu konsep keimanan/keyakinan akan Tuhan dan Hari Kemudian, dalam Islam contohnya tauhid (monotheisme "satu Tuhan saja" bukan satu "ketuhanan" misalnya).
2. Syariah itu hukum yang diturunkan dari wahyu Ilahi, contohnya dalam Islam dari Al-Quran (wahyu Allah Swt) dan Sunnah (ucapan, tindakan, persetujuan Rasululullah saw yang diilhami wahyu Ilahi).
3. Akhlak itu etika, yakni penjelmaan praktis iman dan sekaligus semangat di balik syariah, misalnya tashawuf dalam Islam. Tanpa akhlak iman sekadar hiasan bibir, dan tanpa akhlak syariah sekadar hukuman dan bukan hukum yang berasaskan keadilan (aspek terpenting dalam relasi sosial dalam Islam).
Terimakasih Anda telah membaca tulisan / artikel di atas yang berjudul : Akidah, Syariah & Akhlak jangan lupa komen dan berbagi :)
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar