Selasa, 14 Oktober 2014
Sumber Ajaran Agama Islam
Reviewed by Esemka
Date 10/14/2014 10:31:00 AM
Label:
Pendidikan agama islam
,
tugas
Sumber Ajaran Agama Islam
Posted by
Esemka
di
10/14/2014 10:31:00 AM
Nama : Fathurrahman
Maulana S
NIM : 1455428
SUMBER Ajaran Islam
Sumber ajaran Islam pertama dan kedua (Al-Quran dan
Hadits/As-Sunnah) langsung dari Allah SWT dan Nabi Muhammad Saw. Sedangkan yang
ketiga (ijtihad) merupakan hasil pemikiran umat Islam, yakni para ulama mujtahid (yang berijtihad), dengan
tetap mengacu kepada Al-Quran dan As-Sunnah.
1. Sumber Ajaran Islam: Al-Quran
Secara harfiyah, Al-Quran artinya “bacaan” (qoroa, yaqrou,
quranan), sebagaimana firman Allah dalam Q.S. 75:17-18:
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengum-pulkannya dan ‘membacanya’. Jika Kami telah selesai membacakannya, maka
ikutilah ‘bacaan’ itu”.
Al-Quran adalah kumpulan wahyu atau firman Allah yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, berisi ajaran tentang keimanan
(akidah/tauhid/iman), peribadahan (syariat), dan budi pekerti (akhlak).
Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw, bahkan
terbesar pula dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya. Al-Quran membenarkan
Kitab-Kitab sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkan
sebelumnya.
“Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh
selain Allah. Akan tetapi ia membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan
menjelaskan hukum-hukum yang ditetapkannya. Tidak ada keraguan di dalamnya dari
Tuhan semesta alam” (Q.S. 10:37).
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu
yaitu Al-Quran itulah yang benar, membenarkan kitab-kitab sebelumnya...” (Q.S. 35:31).
Al-Quran dalam wujud sekarang merupakan kodifikasi atau
pembukuan yang dilakukan para sahabat. Pertama kali dilakukan oleh shabat Zaid
bin Tsabit pada masa Khalifah Abu Bakar, lalu pada masa Khalifah Utsman bin
Affan dibentuk panitia ad hoc penyusunan mushaf Al-Quran yang diketuai Zaid.
Karenanya, mushaf Al-Quran yang sekarang disebut pula Mushaf Utsmani.
2. Sumber Ajaran Islam: Hadits/As-Sunnah
Hadits disebut juga As-Sunnah. Sunnah secara bahasa
berarti "adat-istiadat" atau "kebiasaan" (traditions).
Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan, dan penetapan/persetujuan serta
kebiasaan Nabi Muhammad Saw. Penetapan (taqrir) adalah persetujuan atau
diamnya Nabi Saw terhadap perkataan dan perilaku sahabat.
Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam dijelaskan
Al-Quran dan sabda Nabi Muhammad Saw.
“Demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak
beriman sehingga mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara
yang mereka perselisihkan, lalu mereka tidak merasa berat hati terhadap putusan
yang kamu berikan dan mereka menerima sepenuh hati”(Q.S. 4:65).
“Apa yang diberikan Rasul (Muhammad) kepadamu
maka terimalah dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah” (Q.S. 59:7).
“Telah kutinggalkan untuk kalian dua
perkara yang (selama kalian berpegang teguh dengan keduanya) kalian tidak akan
tersesat, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah-ku.” (HR. Hakim dan
Daruquthni).
“Berpegangteguhlah kalian kepada Sunnahku
dan kepada Sunnah Khulafaur Rasyidin setelahku”(H.R. Abu Daud).
Sunnah merupakan “penafsir” sekaligus “juklak” (petunjuk
pelaksanaan) Al-Quran. Sebagai contoh, Al-Quran menegaskan tentang kewajiban
shalat dan berbicara tentang ruku’ dan sujud. Sunnah atau Hadits Rasulullah-lah
yang memberikan contoh langsung bagaimana shalat itu dijalankan, mulai
takbiratul ihram (bacaan “Allahu Akbar” sebagai pembuka shalat), doa iftitah,
bacaan Al-Fatihah, gerakan ruku, sujud, hingga bacaan tahiyat dan salam.
Ketika Nabi Muhammad Saw masih hidup, beliau melarang para
sahabatnya menuliskan apa yang dikatakannya. Kebijakan itu dilakukan agar
ucapan-ucapannya tidak bercampur-baur dengan wahyu (Al-Quran). Karenanya,
seluruh Hadits waktu itu hanya berada dalam ingatan atau hapalan para sahabat.
Kodifikasi Hadits dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Abdul
Aziz (100 H/718 M), lalu disempurnakan sistematikanya pada masa Khalifah
Al-Mansur (136 H/174 M). Para ulama waktu itu mulai menyusun kitab Hadits, di
antaranya Imam Malik di Madinah dengan kitabnya Al-Mutwaththa, Imam Abu
Hanifah menulis Al-Fqhi, serta Imam Syafi’i menulis Ikhtilaful Hadits, Al-Um,
dan As-Sunnah.
Berikutnya muncul Imam Ahmad dengan Musnad-nya yang berisi
40.000 Hadits. Ulama Hadits terkenal yang diakui kebenarannya hingga kini
adalah Imam Bukhari (194 H/256 M) dengan kitabnya Shahih Bukhari dan Imam
Muslim (206 H/261 M) dengan kitabnya Shahih Muslim. Kedua kitab Hadits itu
menjadi rujukan utama umat Islam hingga kini. Imam Bukhari berhasil
mengumpulkan sebanyak 600.000 hadits yang kemudian diseleksinya. Imam Muslim
mengumpulkan 300.000 hadits yang kemudian diseleksinya.
Ulama Hadits lainnya yang terkenal adalah Imam Nasa'i yang
menuangkan koleksi haditsnya dalam Kitab Nasa'i, Imam Tirmidzi dalam Shahih
Tirmidzi, Imam Abu Daud dalam Sunan Abu Daud, Imam Ibnu Majah dalam Kitab Ibnu
Majah, Imam Baihaqi dalam Sunan Baihaqi dan Syu'bul Imam, dan Imam Daruquthni
dalam Sunan Daruquthni.
3. Sumber Ajaran Islam: Ijtihad
Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum
atas suatu masalah yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan
As-Sunnah. Pelakunya disebut Mujtahid.
Kedudukan Ijtihad sebagai sumber hukum atau ajaran Islam ketiga
setelah Al-Quran dan As-Sunnah, diindikasikan oleh sebuah Hadits (Riwayat
Tirmidzi dan Abu Daud) yang berisi dialog atau tanya jawab antara Nabi Muhammad
Saw dan Mu’adz bin Jabal yang diangkat sebagai Gubernur Yaman.
“Bagaimana memutuskan perkara yang dibawa orang kepada Anda?”
“Hamba akan memutuskan menurut Kitabullah (Al-Quran.”
“Dan jika di dalam Kitabullah Anda tidak menemukan sesuatu
mengenai soal itu?”
“Jika begitu, hamba akan memutuskannya menurut Sunnah
Rasulillah.”
“Dan jika Anda tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu dalam
Sunnah Rasulullah?”
“Hamba akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri
(Ijtihadu bi ra’yi) tanpa bimbang sedikit pun.”
“Segala puji bagi Allah yang telah menyebabkan utusan Rasulnya
menyenangkan hati Rasulullah!”
Hadits tersebut diperkuat sebuah fragmen peristiwa yang terjadi
saat-saat Nabi Muhammad Saw menghadapi akhir hayatnya. Ketika itu terjadi
dialog antara seorang sahabat dengan Nabi Muhammad Saw.
“Ya Rasulallah! Anda sakit. Anda mungkin akan wafat. Bagaimana
kami jadinya?”
“Kamu punya Al-Quran!”
“Ya Rasulallah! Tetapi walaupun dengan Kitab yang membawa
penerangan dan petunjuk tidak menyesatkan itu di hadapan kami, sering kami
harus meminta nasihat, petunjuk, dan ajaran, dan jika Anda telah pergi dari kami,
Ya Rasulallah, siapakah yang akan menjadi petunjuk kami?”
“Berbuatlah seperti aku berbuat dan seperti aku katakan!”
“Tetapi Rasulullah, setelah Anda pergi peristiwa-peristiwa baru
mungkin timbul yang tidak dapat timbul selama hidup Anda. Kalau demikian, apa
yang harus kami lakukan dan apa yang harus dilakukan orang-orang sesudah kami?”
“Allah telah memberikan kesadaran kepada setiap manusia sebagai
alat setiap orang dan akal sebagai petunjuk. Maka gunakanlah keduanya dan
tinjaulah sesuatu dan rahmat Allah akan selalu membimbing kamu ke jalan yang
lurus!”
Ijtihad adalah “sarana ilmiah” untuk menetapkan hukum sebuah
perkara yang tidak secara tegas ditetapkan Al-Quran dan As-Sunnah.
Pada dasarnya, semua umat Islam berhak melakukan Ijtihad,
sepanjang ia menguasai Al-Quran, As-Sunnah, sejarah Islam, juga berakhlak
baik dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Lazimnya, Mujtahid adalah para ulama yang integritas keilmuan
dan akhlaknya diakui umat Islam. Hasil Ijtihad mereka dikenal sebagai fatwa.
Jika Ijtihad dilakukan secara bersama-sama atau kolektif, maka hasilnya disebut Ijma’ atau kesepakatan. Wallahu a'lam.
(www.risalahislam.com).***
Terimakasih Anda telah membaca tulisan / artikel di atas yang berjudul : Sumber Ajaran Agama Islam jangan lupa komen dan berbagi :)
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar