Selasa, 05 Mei 2015
Ritual Tari Seblang Bakungan & Olehsari
Reviewed by Esemka
Date 5/05/2015 08:26:00 AM
Label:
kebudayaan
,
seni
,
seni pertunjukan
,
tari
,
tugas
Ritual Tari Seblang Bakungan & Olehsari
Posted by
Esemka
di
5/05/2015 08:26:00 AM
RITUAL SEMBLANG BANYUWANGI
Pada awalnya kesenian Seblang
merupakan bentuk kesenian berdasarkan mithologi, konon seblang adalah sisa dari
kebudayaan para Hindu yang banyak dianut oleh masyarakat Indonesia pada masa lampau.
Menurut cerita dahulu Seblang
dilakukan di setiap desa di Banyuwangi , sekarang hanya dapat dijumpai di dua
desa dalam lingkungan kecamatan Glagah, Banyuwangi, yakni desa Bakungan
dan Olihsari ( Olehsari ). Walaupun ada beberapa perbedaan diantara
keduanya, tetapi pada dasarnya berintikan sama, yaitu : memanggil Roh Halus
untuk menari melalui wadag seorang perempuan.
Upacara Seblang biasa dilakukan di
pedesaan, konon pada abad ke XVI pernah dipindahkan ke istana oleh seorang
bangsawan Blambangan yang bernama 'LOKENTO'. Tetapi Seblang yang
dilakukan di Pendopo Kadipaten dan dikenal orang dengan nama "Seblang
Lokento" itu kini telah musnah.
Ritual ini dilaksanakan untuk
keperluan bersih desa dan tolak bala, agar desa tetap dalam keadaan aman dan
tentram. Ritual ini sama seperti ritual 'Sintren' di wilayah Cirebon, Jaran
Kepang, dan Sanghyang di Pulau Bali.
Penyelenggaraan tari Seblang di dua
desa tersebut juga berbeda waktunya, di desa Olihsari diselenggarakan satu
minggu setelah Idul Fitri, sedangkan di desa Bakungan yang bersebelahan,
diselenggarakan seminggu setelah Idul Adha.
Para penarinya dipilih secara
supranatural oleh dukun setempat, dan biasanya penari harus dipilih dari
keturunan penari seblang sebelumnya. Di desa Olihsari, penarinya haruslah gadis
yang belum akil baliq, sedangkan di Bakungan, penarinya haruslah wanita berusia
50 tahun ke atas yang telah mati haid (menopause).
Tari Seblang ini sebenarnya
merupakan tradisi yang sangat tua, hingga sulit dilacak asal usul dimulainya.
Namun, catatan sejarah menunjukkan bahwa Seblang pertama yang diketahui adalah
'Semi', yang juga menjadi pelopor tari Gandrung wanita pertama
(meninggal tahun 1973). Setelah sembuh dari sakitnya, maka nazar ibunya (Mak
Midah atau Mak Milah) pun harus dipenuhi, Semi akhirnya dijadikan seblang dalam
usia kanak-kanaknya hingga setelah menginjak remaja mulai menjadi penari
Gandrung.
STRUKTUR TARI SEBLANG BANYUWANGI
1. Pra Pertunjukan
Tari
Seblang ini dimulai dengan upacara yang dibuka oleh sang dukun desa atau pawang.
Sang penari ditutup matanya oleh para ibu-ibu yang berada dibelakangnya, sambil
memegang tempeh (nampan anyaman dari bambu). Sang dukun mengasapi sang penari
dengan asap dupa sambil membaca mantera. Setelah sang penari kesurupan
(taksadarkan diri atau 'kejiman' dalam istilah lokal), dengan tanda jatuhnya
tempeh tadi, maka pertunjukan pun dimulai.
2. Pertunjukan
Si seblang
yang sudah kejiman tadi menari dengan gerakan monoton, mata terpejam dan
mengikuti arah sang pawang atau dukun serta irama gendhing yang dimainkan.
Kadang juga berkeliling desa sambil menari. Setelah beberapa lama menari,
kemudian si seblang melempar selendang yang digulung ke arah penonton, penonton
yang terkena selendang tersebut harus mau menari bersama si Seblang. Jika
tidak, maka dia akan dikejar-kejar oleh Seblang sampai mau menari.
Musik pengiring Seblang hanya
terdiri dari satu buah kendang, satu buah kempul atau gong dan dua buah saron.
Sedangkan di Olihsari ditambah dengan biola sebagai penambah efek musikal. Dari
segi busana, penari Seblang di Olihsari dan Bakungan mempunyai sedikit
perbedaan, khususnya pada bagian omprok atau mahkota.
Pada penari Seblang di desa
Olihsari, omprok biasanya terbuat dari pelepah pisang yang disuwir-suwir hingga
menutupi sebagian wajah penari, sedangkan bagian atasnya diberi bunga-bunga
segar yang biasanya diambil dari kebun atau area sekitar pemakaman, dan
ditambah dengan sebuah kaca kecil yang ditaruh di bagian tengah omprok. Pada
penari seblang wilayah Bakungan, omprok yang dipakai sangat menyerupai omprok
yang dipakai dalam pertunjukan Gandrung, hanya saja bahan yang dipakai terbuat
dari pelepah pisang dan dihiasi bunga-bunga segar meski tidak sebanyak penari
seblang di Olihsari. Disamping unsure mistik, ritual Seblang ini juga
memberikan hiburan bagi para pengunjung maupun warga setempat, dimana banyak
adegan-adegan lucu yang ditampilkan oleh sang penari seblang ini.
3. Pasca Pertunjukan
Upacara
kesenian ritual Seblang adalah salah satu bentuk tradisi tari sakral yang
bermotivasikan agraris spiritual. Bertujuan untuk kemakmuran masyarakat, dengan
mengupayakan kesuburan tanah atau mengusir penyakit. Dengan mengadakan Seblang,
masyarakat setempat akan terhindar dari malapetaka.
PERBEDAAN SEBLANG BAKUNGAN DAN
SEBLANG OLEHSARI
A.
Seblang Bakungan
1. Sejarah Seblang Bakungan
Warga Kelurahan Bakungan sudah lama menggelar Ritual
Seblang, agar dijauhkan dari segala marabahaya, mereka menggelar ritual seblang
semalam suntuk, yakni, ritual tarian yang diperankan seorang wanita tua berusia
lanjut. Tradisi ini sudah ada sejak 316 tahun silam.
Konon, mereka yang membuka perkampungan Bakungan berasal
dari Bali. Bakungan adalah salah satu nama tumbuhan yang banyak hidup di tempat
itu. Dahulu, Bakungan adalah sebuah hutan belantara yang banyak ditumbuhi tanaman
bakung.
'Seblang' berasal dari bahasa Using kuno yang berarti
hilangnya segala permasalahan dan kesusahan. Upacara ini diawali selamatan
massal yang dilakukan sesaat setelah matahari terbenam. Seluruh warga duduk di
depan rumah masing-masing sambil mempersembahkan tumpeng yang terdiri atas
beberapa jenis makanan khas. Di antaranya, pecel ayam, yaitu daging ayam yang
dicampur urapan kelapa muda. Sehari sebelumnya, beberapa tokoh masyarakat
melakukan ritual minta izin di makam 'buyut Witri'. Dia diyakini sebagai
leluhur masyarakat 'Kelurahan Bakungan'. Di tempat ini, warga meminta doa
sambil mengambil air suci. Air ini nantinya digunakan penari seblang untuk
penyucian dan disebarkan kepada seluruh warga kampung.
Sebelum santap tumpeng, dukun membacakan doa-doa khusus
menggunakan bahasa Using. Isinya meminta seluruh penguasa jagat memberikan
kerahayuan kepada seluruh masyarakat. Suasana terasa mistis ketika aroma
kemenyan yang ditaburkan dukun menyebar ke seluruh arena seblang. Setelah itu,
ketua adat memukul kentongan berkali-kali sebagai pertanda selesainya upacara
tumpengan. Warga menyambut dengan pekikan ayat-ayat suci Alquran. Setelah itu
seluruh warga menyantap tumpengnya masing-masing. Selama selamatan, seluruh
anggota keluarga berkumpul di halaman rumahnya.
Sebelumnya, warga laki-laki bersama para pemuda berjalan
keliling desa sambil membawa obor. Ritual ini dimaksudkan untuk mengusir roh
jahat yang akan mengganggu desa. Mereka mengumandangkan ayat-ayat suci Alquran.
Sekitar pukul 19.30, ritual seblang dimulai. Acara ini diawali memanggil roh
yang akan masuk ke dalam tubuh penari. Setelah diberi mantra khusus, penari
kesurupan. Penari ini keturunan asli mbah buyut Witri yang diyakini leluhur
warga Bakungan, kata sesepuh adat Bakungan, 'Yalin'.
2. Prosesi Ritual Seblang Bakungan
Selayaknya ritual lain, secara detail Tari Seblang Bakungan
pun memiliki beberapa tahapan sebelum mencapai ritual puncak. Inilah urutan
ritual yang harus dijalankan :
a.
Penari
Seblang dirias dan mengenakan busana tarinya. Pada bagian tubuh dan wajahnya,
dibaluri sejenis tepung batu halus berwarna kuning (biasa disebut atal ) yang
dicampur dengan air. Lalu sang penari pergi berjalan menuju arena dengan
beberapa penyanyi perempuan dan pemilik hajat.
b. Pada tahapan kedua ini, sang penari dikenakan
mahkota yang dihias beraneka bunga dengan beragam warna. Tak lupa, sang penari
memegang nyiru dengan tangannya. Lalu ada seorang perempuan tua yang menutup
mata sang penari dengan tangannya. Setelah itu ada sang pawang yang membakar
dupa serta merapal mantra untuk memanggil dhanyang (roh penjaga desa) yang
dikenal dengan nama Buyut Kethut, Buyut Jalil, dan Buyut Rasio agar memberkahi
pertunjukan Seblang ini. Saat nyiru yang dipegang penari Seblang itu jatuh,
maka dia sudah mulai kejiman alias kesurupan.
c.
Tahap
ketiga, adalah tahap pemilihan lagu untuk mengiringi sang penari. Ada kalanya,
lagu yang dimainkan tidak disetujui oleh sang penari yang sudah trance ini.
Kalau sang penari setuju, maka ia akan berdiri dan menari dengan gemulai
berlawanan dengan arah jarum jam. Kalau tidak setuju, dia tidak mau berdiri
serta memberi isyarat agar sang pengiring memainkan lagu lain. Kadang kala,
disaat jeda pemilihan lagu dan sang penari beristirahat, disisipkan pula ritual
sabung ayam.
d.
Setelah ritual tari berhenti sejenak, maka ada
beberapa gadis cantik dengan kebaya memegang kembang dirma yakni bunga beraneka
warna yang dipercayai bisa mendatangkan berkah. Lalu bunga ini diberikan pada
penonton, lalu penonton memberikan derma uang ala kadarnya.
e.
Tahapan ini disebut 'tundik' dan beberapa
menyebutnya Ngibing, yakni saat dimana sang penari mengajak
penonton untuk ikut menari. Cara memilih penontonnya unik, yakni sang penari
Seblang melemparkan 'sampur' pada penonton. Siapa yang ketiban sampur itu harus
menari bersama penari Seblang. Suasana menjadi ramai dan penuh tawa saat
penonton lari berhamburan menghindari sampur yang dilempar itu.
f.
Inilah titik puncak dari upacara Seblang. Saat
sang pengiring memainkan lagu Candradewi yang dimainkan dengan cepat, sang
penari juga berputar dengan cepat. Lalu sang penari rebah dan tergeletak
menelungkup. Saat ini petugas kembali meminta derma dari para penonton.
Seusai pertunjukkan, ada satu ritual lain yang tak afdol
rasanya jika tak diikuti. Yakni acara berebutan sesajen hasil pertanian yang
digantung di beberapa bagian kantor balai desa. Ada durian, padi, alpukat,
sirsak, pisang hingga kelapa.
B.
Ritual Seblang Olehsari
1. Sejarah Seblang Olehsari
Menurut catatan di buku historis di Desa Olehsari, Seblang
pernah tidak diselenggarakan antara tahun 1943 s/d 1956. Bagi masyarakat
Olehsari ketiadaan acara Seblang seperti merasa kehilangan sesuatu. 'Pageblug' terjadi, panen banyak gagal
dan serangan penyakit terhadap ternak dan manusia tak terhindarkan. Maka pada
tahun 1957 acara tersebut dimulai lagi. Konon suasana jadi pulih.
2. Prosesi Ritual Seblang Olehsari
Masih dalam suasana Lebaran, di Desa Olehsari (sekitar 5 km
sebelah barat Kota Banyuwangi) diselengarakan acara adat tahunan Seblang.
sebenarnya tak begitu sulit mencari lokasi karena dari kejauhan sudah terdengar
musik gamelan yang "ngelangut' sekakan-akan memanggil siapa saja untuk
datang.
Walaupun prosesi dilaksanakan pada siang yang cukup terik,
disekeliling arena telah berjubel masyarakat yang akan mengikuti acara Seblang.
Dahulu diantara kerumunan penonton itu selalu dibuka jalur yang disediakan
untuk jalan tamu gaib yang naik kuda. Juga disediakan kursi-kursi
kosong. Siapapun tak berani menginjak jalur atau menduduki kursi tersebut,
karena untuk tamu-tamu gaib.
Di pusat upacara tampak sebuah tonggak berupa tongkat
panjang yang ditempel batang tebu segar. Disisi tonggak tertanam kokoh sebuah
'Payung Agung'. Selain berfungsi sebagai sebagai tempat Pemain Musik,
sepertinya juga merupakan ekspresi Yoni, yaitu sentral kegiatan upacara yang
bersifat metafisik tersebut.
Di sebelah barat, tak kurang 8 (delapan) orang wanita
setengah baya yang bertindak sebagai penyanyi (sinden) duduk di sebuah gubuk
tak berdinding, siap mengiringi Penari Seblang. Pada gubuk yang beratapkan daun
nyiur tersebut, bergelantungan puluhan buah-buahan dan 'Poro-Bungkil' (hasil
bumi) yang merupakan simbolis kemakmuran desa.
Tak lama muncullah seorang gadis yang berpakaian aneh.
Dengan wajah bercadarkan rumbai-rumbai daun pisang muda dituntun oleh seorang
wanita setengah baya, seraya diiringi oleh puluhan orang menuju ke pusat
kegiatan upacara. Salwati (16 tahun), gadis penari seblang itu pelan-pelan
dituntun dan didudukkan di dekat 'prapen' empat asap kemenyan mengepul...
Seorang dukun atau pawang paling tua, Mbah Asnan (70 tahun),
tampak membolak-balikan nyiru kecil diatas pedupaan seraya berkomat-kamit
mebacakan mantra. Mendadak nyiru kecil tersebut disorongkan ke arah Salwati.
Saat Salwati menerima Nyiru itu, seketika itu iapun terkulai lemas tak sadarkan
diri.
Diiringi oleh para pawang sebanyak 5 (lima) orang, terdiri
dari 3 (tiga) pria dan 2 (dua) wanita kesemuanya berusia lanjut. Salwati
menjadi 'kejimen' (baca : in-trance) dan menari gontai dengan indahnya.
Terdengar mengalun gending pembuka 'Seblang Lokento' Salwati terus menari
mengelilingi arena yang luasnya 7 x 7 meter mengitari tonggak dan payung. "Seblang
yo Lokento sing dadi encakono ..." berulang-ulang dinyanyikan oleh
para pesinden dengan antusias penuh riang.
Dengan mata terpejam,penari seblang sesekali seperti
mengajak bercanda para penonton dengan mengibas-ngibaskan selendangnya.Ketika
itu pula penonton memberi semangat dengan seloroh-seloroh bernada canda. Sang
penaripun menyambut canda manis itu dengan goyang-an pinggul-nya yang indah.
Disaat rombongan koor mendendangkan tembang Kembang Dirmo
saat itu pula susunan bunga-bungaan aneka warna yang terdiri dari 5
(lima)sampai 7 (tujuh) kembang yang disusun dalam tusukan lidi mirip sate,
dijajakan kepada penonton. Maka berebutlah para muda mudi membelinya. Karena
kabarnya cukup bertuah untuk urusan cinta asmara. Adegan lain yang juga tak
kurang menarik adalah atraksi 'Ngibing'. Ini terjadi di hari ketiga dan
seterusnya dari 7 (tujuh) hari pementasan seblang. Sang penari seblang oleh
para pawang tubuhnya diangkat dan ditempatkan diatas sebuah meja yang
tersedia,sehingga tampak lebih tinggi dari penonton. Mendadak penari
tersebut melemparkan sampur ke arah penonton. Siapa saja yang tertimpa
selendang (biasanya laki-laki), haruslah bersedia menari bersama dengan sang
penari Seblang. Pada acara yang cukup atraktif tersebut, begitu seseorang
selesai 'ngibing' dengan penari Seblang, maka dliemparlah berulang kepada yang
lain. Sehingga berkesan bergiliran.
Anehnya saat senja turun, terjadi adegan yang cukup
mengharukan hati. Penari Seblang tampak memperlihatakan kegirangannya tatkala
gending "Chondro Dewi" dinyanyikan. Dengan suka citanya, penari
Seblang mencapai puncak orgasme tariannya. Karenanya, ia menjadi kelelahan dan
kemudian terkulai pingsan ....
Tetapi ajaib, begitu lagu Erang-erang berkumandang, secara
fantastic kekuatan lagu sendu itu seakan membangkitkan kembali sang penari dari
pingsannya. Menurut beberapa sumber, membangkitkan kembali dari pingsannya
adalah pekerjaan sulit bagi "Pengutuk" (pawang) yang merupakan
mediator dengan mahluk halus tersebut. Harus dilakukan extra hati-hati, karena
merupakan pekerjaan yang sulit dan berbahaya. Khabarnya jika tidak berhasil
maka sang penari bisa kehilangan nyawa.
Akhirnya ketika Matahari nyaris lenyap di balik Pegunungan
Ijen, berkumandanglah tembang penutup yang berbunyi : "Sampun Mbah Ktut
sare sampun osan, yang kundangan yang muleh-muleh". Artinya kurang lebih
demikian : "Sudahlah Mbah Ketut, acara sudah berakhir, pengunjung sudah
akan pulang". Begitu usai diulang-ulang sebayak 10 (sepuluh) kali, sang
penari Seblang tampak sadar kembali layaknya orang bangun dari tidurnya.
Terbersit raut kebingungan di rona penari. Sesekali ia menyingkap rumbai-rumbai
daun yang menatap wajahnya, Salwati tampak pucat pasi. Padahal keesokan harinya
ia harus bertugas menari lagi sampai genap 7 (tujuh) hari.
Menonton Seblang di Olehsari tahun ini, ada satu hal yang
sangat menarik. Seperti diketahui, prosesi penunjukkan kandidat penari Seblang
juga tak luput dari aspek kekuatan supranatural. Setiap bulan puasa menjelang
hari raya Lebaran, gergiliran salah satu ibu rumah tangga yang biasanya berusia
30 (tiga puluh) tahun keatas kesurupan. Tahun ini adalah Mbok Sutrinah, yang
diluar kesadarannya menyebut-neyebut nama Wiwin berulang-ulang. Itu berarti
Wiwin adalah anak perawan yang tiba bergiliran menjadi penari Seblang tahun ini.
Tetapi diluar dugaan, Wiwin yang ditunjuk oleh Roh Halus
sebagai penari Seblang tahun ini justru tidak bersedia. Mengapa sampai demikian
? Tidak takutkah dia terhadap Roh Halus ? Seorang pemuda yang saya temui di
arena pertunjukkan mengatakan : "Wiwin, heng oleh ambi sir-siranek
!!". "Wiwin tidak boleh (menari) sama pacarnya" demikian ujarnya
sambil menikmati pertunjukan Seblang.
Semenjak dahulu, penari Seblang selalu memiliki garis
keturunan dengan penari-penari Seblang sebelumnya. Sehingga, karena warga takut
dengan batalnya acara sakral tersebut, Salwati (yang masih bersaudara dengan
Wiwin) dibujuk menggantikannya. Dengan penuh kesadaran Salwati akhirnya
bersedia. Ditanya tentang konsekwensi ketidaksediaan Wiwin sebagai penari tahun
ini, seorang tetua mengatakan : "Kadung ono paran-paran, ison heng ero
jawanek !!" Artinya : "Jika ternyata terjadi sesuatu,
saya tidak tahu menahu !!' Belakangan ada isyu yang terdengar, Wiwin mengalami
"Stress dan depresi yang aneh".
Perbedaan Seblang Bakungan dengan Seblang Olehsari
Di Bakungan persiapan Seblang
dimulai dengan mempersiapkan sesaji dan membersihkan benda-benda pusaka di
'Balai Tajuk'. Disusul dengan pawai obor Ider bumi dengan mengumandangkan
Adzan, Istigfar dan doa Qunut. Tak ketinggalan "selamatan kampung"
dengan sajian berupa Nasi Putih dengan lauk Ayam Panggang yang dicampur kukuran
kelapa dengan sayuran terung, pakis dan kacang panjang yang tidak boleh
dipotong-potong.
Waktu penyelenggaraan tidaklah sama,
di Olehsari dilakukan disekitar 3 (tiga) hari setelah Hari Raya Lebaran, dan
pertunjukan dilakukan sejak Mentari diatas kepala sampai dengan lenyap dari
pandangan mata. Tetapi di Kelurahan Bakungan, upacara dilaksanakan malam hari,
selepas magrib sampai pukul 24.00 tengah malam, dimalam Senin atau malam Jum'at
pertama bulan Haji (Besar).
Penunjukkan Siapa bakal penari
Seblang di Kelurahan Bakungan dilakukan atas dasar 'wisik gaib' yang diterima
Sang Pawang, bukan lewat seorang ibu setengah baya yang kesurupan sepertihalnya
di Desa Olehsari. Dan penari Seblang di Bakungan dilakukan oleh seorang janda
tua, bukan seorang anak perawan yang baru akil balik.
Beberapa hal yang berbeda lagi
antara keduanya adalah mengenai "Omprok" (mahkota) dan Gamelan. Di
Kelurahan Bakungan, Omprok penari dibuat secara permanen dari tahun ke tahun.
Berlainan di Desa Olehsari, setiap penampilan selalu dibuatkan Omprok baru,
sebab bahannya terbuat dari daun pisang yang cepat layu.
Sedangkan untuk instrumen musik
pendukung pada Seblang Bakungan menggunakan perangkat Gamelan Jawa Laras
Selendro dan terkadang ditambahkan Biola. namun berlainan dengan di Olehsari
yang mempergunakan 'Instrumen Banyuwangi' yang terdiri dari : Kendang, Gong,
Peking, Slenthem dan Biola.
Kemudian karena penari Seblang di
Bakungan menari dengan membawa Keris yang terhunus, sehingga di acara
penutup terdapat prosesi Manjer Keling yaitu penari Seblang menari seraya
mengadu dua Keris yang dipegangnya. Seblang di Olehsari tidak terdapat fase
prosesi ini.
Terimakasih Anda telah membaca tulisan / artikel di atas yang berjudul : Ritual Tari Seblang Bakungan & Olehsari jangan lupa komen dan berbagi :)
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar