Kamis, 28 Mei 2015
Makalah Wayang Beber
Reviewed by Esemka
Date 5/28/2015 04:58:00 PM
Label:
kebudayaan
,
makalah
,
tugas
Makalah Wayang Beber
Posted by
Esemka
di
5/28/2015 04:58:00 PM
Daftar Isi 1
BAB
I 2
PENDAHULUAN.. 2
1.1.
Latar Belakang. 2
1.2.
Rumusan Masalah. 3
1.3.
Tujuan Penulisan. 3
BAB
II 4
PEMBAHASAN.. 4
2.1. Sejarah. 4
2.2. Dalang dan Pemilik. 6
2.3. Pementasan. 8
2.3. Bentuk Pertunjukan. 9
2.3. Urutan Pertunjukan. 10
2.3. Fungsi dan Makna. 11
BAB
III 12
PENUTUP. 12
1.1.
Kesimpulan. 12
1.2.
Lampiran. 13
BAB
IPENDAHULUAN1.1
Latar BelakangWayang Beber adalah salah satu jenis wayang yang tokoh –
tokoh pendukung dalam lakonnya tidak berupa boneka, melainkan berupa lukisan
pada lembaran kain kanvas lukis atau media lukis lain dimana pada setiap satu
lakonnya terdiri dari beberapa gulungan yang panjangnya hampir 4 meter. Pada
wayang jenis lain, pertunjukkannya penuh dengan atraksi, tokoh – tokoh
pendukung lakon dimainkan oleh Dalang dengan atraktif sesuai kemampuan Dalang
dalam memainkannya. Pada Wayang Beber, Dalang tidak memainkan atraksi tokoh –
tokoh pendukung lakonnya, melainkan hanya dengan jalan membentangkan lukisan
adegan demi adegan dan menceritakannya secara berurutan dari adegan pertama
sampai adegan terakhir. Mungkin orang masa kini akan sangat aneh kalau mendengar
nama wayang beber. Buat masyarakat sekarang yang sangat wajar di dengar
istilahnya dan. Sungguh ironis,
Padahal wayang beber juga warisan
budaya nusantara yang seharusnya bisa dilestarikan. 1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
Dari sekian banyak seni pertunjukan yang ada di
Indonesia adalah salah satunya Wayang Beber ,walau sudah mulai jarang di
pertunjukan, setidaknya dengan adanya ini makan kita akan mengetahui.
Menginformasikan
beberapa hal tentang wayang beber dimulai dari
sejarahnya.
BAB II
Pembahasan
2.1 Sejarah
Wayang Beber
Sejarah kelahiran wayang tidak bisa
dilepaskan dari keberadaan kerajaan Majapahit. Wayang jenis ini dikenal pertama
kali pada masa Majapahit, tepatnya saat kerajaan Bumi Trowulan dipimpin Raden Jaka Susuruh. Raja ini bergelar Prabu Bratana. Hal ini ditunjukkan
dengan candrasengkala pembuatan wayang beber pada masa itu, yakni gunaning
bhujangga sembahing dewa, yang menunjukkan tahun Saka 1283 (1361 M).
Saat itu wayang beber masih
mengambil cerita wayang purwa. Bentuk wayang beber purwa sudah seperti yang
ditemukan sekarang, yakni dilukis di atas kertas. Ketika dipergelarkan, kertas
berlukiskan wayang tersebut digelar (Jawa: dibeber), dan bila sudah selesai
digulung kembali untuk disimpan.
Pada zaman Majapahit, pergelaran
wayang beber purwa di lingkungan istana sudah mengguakan iringan gamelan.
Sementara pertunjukan di luar istana, tepatnya di lingkungan masyarakat biasa,
hanya diiringi rebab (alat musik gesek khas Jawa). Di lingkungan keraton,
pertunjukan wayang beber diadakan dalam rangka acara-acara khusus, seperti
ulang tahun raja, perkawinan putra-putri raja dan sebagainya. Sementara di
tengah-tengah rakyat kebanyakan, pergelaran wayang beber pada masa itu diadakan
untuk kepentingan ritual, seperti ruwatan.
Saat Majapahit diperintah Prabu
Brawijaya, tepatnya tahun 1378, bentuk wayang beber mengalami penyempurnaan.
Brawijaya termasuk raja yang memiliki perhatian besar terhadap wayang beber. Ia
memerintahkan kepada salah satu anaknya yang memiliki kepandaian melukis, yakni
Raden Sungging Prabangkara, untuk menyempurnakan penampilan wayang beber.
Lukisan wayang yang semula hanya hitam putih, oleh Sungging Prabangkara dibuat
menjadi berwarna, sehingga penampilan wayang beber menjdi lebih hidup dan
menarik. Proses penyempurnaan wayang beber ini terjadi tahun 1378 Masehi. Wayang
beber yang mengambil cerita Panji diperkirakan baru muncul pada zaman Mataram
Islam(Islam), tepatnya pada masa pemerintahan Kasunanan Kartasura. Kala itu
raja yang memerintah adalah Amankurat II (1677-1703). Hal itu juga disebutkan
dalam salah satu tembang Kinanthi yang ada di Serat Centhini.
Wayang beber di zaman Mataram
Kartasura di buat dari kertas lokal, yakni kertas Jawa dari Ponorogo. Cerita
yang ditampilkan antara lain Jaka Kembang Kuning, salah satu episode cerita
Panji. Kemudian pada masa pemerintahan Amangkurat III atau Sunan Mas, dilakukan
penyempurnaan lagi terhadap lukisan wayang beber. Wajah dan pakaian yang
dikenakan tokoh-tokoh utama, seperti Panji Asmarabangun dan Dewi Candrakirana,
disesuaikan dengan penampilan Arjuna dan tokoh perempuan yang cantik sebagai
tokoh-tokoh wayang purwa. Selanjutnya pada era pemerintahan Sunan Paku Buwono
II lukisan wayang beber di ubah lagi, terutama pada ilustrasi yang
melatarbelakangi penampilan tokoh. Ilustrasi yang ada dikurangi dan
disederhanakan, sehingga penampilan wayang beber menjadi lebih klasik dan tidak rumit. Sosok tokoh menjadi
kelihatan menonjol. Kisah cinta Panji Asmarabangun, oleh Paku Buwono II dibuat
menjadi lakon Remeng Mangunjaya.
Pada masa Islam ini, para Wali di
antaranya adalah Sunan Kalijaga wayang beber ini dimodifikasi bentuk menjadi
Wayang Kulit dengan bentuk bentuk yang bersifat ornamentik yang dikenal
sekarang, karena ajaran Islam mengharamkan bentuk gambar makhluk hidup
(manusia, hewan) maupun patung serta diberi tokoh tokoh tambahan yang tidak ada
pada wayang babon (wayang dengan tokoh asli India) diantaranya adalah Semar dan
anak-anaknya serta Pusaka Hyang Kalimusada. Wayang hasil modifikasi para wali
inilah yang digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam dan yang kita kenal
sekarang. Perlu diketahui juga bahwa Wayang Beber pertama dan masih asli sampai
sekarang masih bisa dilihat.
2.2 Dalang
dan Pemilik Wayang
Pemilik wayang beber di Pacitan
adalah Bapak Sumardi atau yang dikenal dengan nama Mbah Mardi. Kini Mbah Mardi
merupakan satu-satunya dalang Wayang Beber di Pacitan yang juga memiliki Wayang
Beber warisan leluhurnya. Menurut penuturannya, Wayang Beber yang dimilikinya
merupakan warisan leluhur, yang secara turun-temurun merupakan hadiah yang
diberikan oleh Raja Brawijaya. Pada suatu hari Permaisuri Raja Brawijaya menderita suatu penyakit, dan
kemudian Raja Brawijaya mengadakan
sayembara untuk menyembuhkan penyakit permaisuri. Dan yang berhasil menyembuhkan penyakit permaisuri adalah
seorang dukun (tabib) yang bernama Mbah Nolodermo (yang merupakan leluhur dari
Mbah Mardi). Sebagai ungkapan terimakasih, Raja Brawijaya memberikan hadiah
berupa jabatan lurah Kediri, namun hadiah jabatanitu ditolak oleh Mbah
Nolodermo, karena Mbah Nolodermo tidak bisa membaca ataupun menulis.
Kemudian Raja Brawijaya menawarkan
hadiah berupa uang. Hadiah uang itu juga ditolak oleh Mbah Nolodermo dengan
alasan bahwa jika diberi uang maka hadiah itu akan cepat habis. Maka Raja
Brawijaya memberikan hadiah berupa Wayang Beber bagi Mbah Nolodermo dengan
harapan bahwa Wayang Beber tersebut dapat menjadi sumber penghasilan secara
turun-temurun.
Dalang sekaligus pemilik Wayang
Beber yang sekarang dikenal dengan nama Mbah Mardi tersebut menjadi dalang
sejak tahun 1982, dan masih aktif hingga kini. Namun, justru lebih banyak
daerah luar kota Pacitan yang masih menggelar Wayang Beber ini. Wayang Beber
cukup populer di mancanegara, misalnya di Jepang, Belanda, Perancis, bahkan di
Perancis terdapat duplikat Wayang Beber ini. Seorang ilmuwan Perancis juga
pernah meneliti bahan yang dipakai untuk mewarnai gulungan kertas Wayang Beber,
yang ternyata berasal dari getah-getahan.
Silsilah pemilik sekaligus dalang dari Wayang Beber
ialah:
1. Nolodermo
2. Nalongso
3. Citrowongso
4. Gondoyuto
5. Singononggo
6. Trunodongso
7. Gondoleksono
8. Poleksono
9. Dipoleksono
10. Poleksono
11. Posetiko
12. Gunocarito / Sarnen
13. Sumardi
Pagelaran Wayang Beber tidak
membutuhkan banyak peralatan khusus, alat-alat musik yang digunakan merupakan
alat-alat musik yang cukup sederhana, tidak seperti pagelaran wayang lain.
Namun dengan alat-alat musik yang sederhana ini, suasana mistik dan sakral
dapat dirasakan cukup kuat, terutama alunan rebab.
Tempat untuk menancapkan tongkat
penggulung gulungan Wayang Beber menjadi satu dengan tempat menyimpan gulungan
Wayang Beber tersebut. Bentuk tempat penyimpanan gulungan Wayang Beber tersebut
juga cukup unik dan berkesan sederhana namun sakral. Karena merupakan warisan
turun-temurun, bahan membuat gulungan Wayang Beber sampai saat ini tidak
diketahui oleh dalang sekaligus pemiliknya yaitu Mbah Mardi. Namun duplikat
dari gulungan Wayang Beber ini kertasnya menggunakan kertas merang yang
kemudian diolah lagi sehingga permukaannya dapat digambar dan diwarnai dengan
baik.
2.3 Pementasan
Wayang Beber
Wayang Beber hanya dipentaskan
untuk upacara ruwatan atau nadar saja. Wayang ini berbentuk lukisan di atas
kertas, dengan roman seperti wayang kulit purwa hanya kedua matanya nampak.
Sikap wayang bermacam-macam, ada yang duduk bersila, sedang berjalan, sedang
berperang dan sebagainya.
Sebelum melakukan pagelaran Wayang
Beber, harus dilakukan semacam ritual untuk menghormati leluhur. Ritual itu
berupa pembakaran dupa dengan adanya persembahan atau sesajen. Ritual
pembakaran dupa tersebut sambil diringi oleh doa yang dilakukan oleh dalang,
baru kemudian Wayang Beber dapat
dimainkan dengan cara dibuka satu pesatu atau digelar/dibeber.
Satu gulungan berisi 4 adegan,
sehingga ketika adegan pertama diperlihatkan maka adegan ketiga sampai keempat
masih dalam posisi tergulung. Kemudian jika berpindah dari gulungan satu
kegulungan selanjutnya, maka pasak di sebelah kanan dalang dilepas terlebih
dahulu, kemudian pasak gulungan yang baru dipasang, selanjutnya membuka
gulungan baru sambil menutup gulungan sebelumnya, dan terakhir memasang pasak
pada tempat penyimpanan Wayang Beber tersebut.
Dalang menceritakan cerita yang
terlukis di gulungan Wayang Beber tersebut dengan menggunakan Bahasa Jawa
dengan posisi membelakangi Wayang Beber, atau menghadap penonton. Dan untuk
menutup pagelaran Wayang Beber ini, dalang mematikan dupa sambil membaca doa.
2.4 Bentuk Pertunjukan
Dilihat dari bentuk pertunjukannya,
wayang beber termasuk pentas seni tradisional sederhana yang hanya terdapat
beberapa unsur yang menjadi pendukungnya, yakni:
Seperangkat wayang yang terdiri dari enam
gulungan dan masing-masing gulungan terdiri dari empat adegan.
Seperangkat gamelan yang terdiri dari gong, kenong laras slendro,
kendang, dan rebab.
Niyaga, (penabuh gamelan)terdiri dari empat orang.
Lakon atau cerita wayang beber yang hanya memiliki satu siklus cerita
saja.
2.5 Urutan pertunjukkan
1. Dalang membakar kemenyan, kemudian
membuka kotak dan mengambil tiap gulungan menurut kronologi cerita.
2. Dalang membeberkan gulungan gulungannya
pertama dan seterusnya, dengan membelakangi penonton.
3. Dalang mulai menuturkan janturan
(narasi).
4. Setelah janturan, mulailah suluk
(Lagu penggambaran) yang amat berbeda dengan umumnya suluk wayang purwa.
5. Setelah suluk, dimulailah pocapan
berdasarkan gambar wayang yang tengah dibeberkan. Begitu pula seterusnya sampai
seluruh gulungan habis dibeberkan dan dikisahkan.
Seluruh pertunjukkan diiringi
dengan seperangkat gamelan Slendro yang terdiri dari rebab, kendang batangan,
ketuk berlaras dua, kenong, gong besar, gong susukan, kempul. Penabuhnya cukup
4 orang saja yakni sebagai penggesek rebab, petigendang, penabuh ketuk kenong,
dan penabuh kempul serta gong. Patet yang digunakan hanya patet nem dan patet
sanga.
Lama pementasan hanya sekitar satu
setengah jam saja, dapat dilakukan siang hari ataupun malam hari.
Setiap pagelaran wayang beber harus
ada sesaji yang terdiri dari kembang boreh, ketan yang ditumbuk halus, tumpeng
dan panggang ayam, ayam hidup, jajan pasar (kue-kue) dan pembakaran kemenyan.
Untuk upacara ruatan atau bersih desa perlu ada tambahan sesaji berupa sebuah
kuali baru, kendi baru dan kain putih baru.
2.6 Fungsi
dan Makna
Fungsi pertunjukan Wayang Beber
meliputi fungsi ritual, fungsi sosial, serta fungsi budaya. Dari ketiga fungsi
ini yang paling dominan di masyarakat adalah fungsi ritulnya, dikarenakan
keyakinan bahwa Wayang Beber memiliki kekuatan magis yang dapat membantu
tercapainya cita-cita seseorang.
Pertunjukan Wayang Beber Pacitan,
juga memiliki makna bagi masyarakat yang masih mempercayai kukuatan magis.
Fungsi dan makna sosial budaya, Wayang Beber adalah sebagai salah satu kontrol
sosial, moral, pendidikan serta sebagai panutan, yang memiliki arti yang
penting bagi masyarakat di sekitarnya. Tidak kalah penting adalah makna ritual,
sebab masyarakat masih mempercayai hal-hal yang magis. Pertunjunkan Wayang
Beber memang sangat erat hubungnya dengan masalah-masalah ritual dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat yang masih memegang teguh kepercayaan animisme
dan dinamisme.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Wayang Beber adalah seni wayang
yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di
daerah daerah tertentu di Pulau Jawa. Dinamakan wayang beber karena berupa
lembaran lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh tokoh dalam cerita
wayang baik Mahabharata maupun Ramayana.
Konon oleh para Wali di antaranya
adalah Sunan Kalijaga wayang beber ini dimodifikasi bentuk menjadi Wayang Kulit
dengan bentuk bentuk yang bersifat ornamentik yang dikenal sekarang, karena
ajaran Islam mengharamkan bentuk gambar makhluk hidup maupun patung serta
diberi tokoh tokoh tambahan yang tidak ada pada wayang babon diantaranya adalah
Semar dan anak-anaknya serta Pusaka Hyang Kalimusada. Wayang hasil modifikasi
para wali inilah yang digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam dan yang kita
kenal sekarang. Perlu diketahui juga bahwa Wayang Beber pertama dan masih asli
sampai sekarang masih bisa dilihat. Wayang Beber yang asli ini bisa dilihat di
Daerah Pacitan, Donorojo, wayang ini dipegang oleh seseorang yang secara
turun-temurun dipercaya memeliharanya dan tidak akan dipegang oleh orang dari
keturunan yang berbeda karena mereka percaya bahwa itu sebuah amanat luhur yang
harus dipelihara.
3.2
Lampiran
Cari sendiri :p
Terimakasih Anda telah membaca tulisan / artikel di atas yang berjudul : Makalah Wayang Beber jangan lupa komen dan berbagi :)
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar